Dampak Kenaikan PPN 12% di Indonesia bagi Komoditas Menengah ke Bawah
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 12% yang direncanakan bertahap mulai 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki struktur perpajakan.
Namun, kebijakan ini juga memunculkan berbagai dampak terhadap sektor ekonomi, terutama bagi komoditas menengah ke bawah yang umumnya lebih sensitif terhadap perubahan harga. Berikut adalah beberapa dampak utama dari kebijakan tersebut:
1. Kenaikan Harga Komoditas
Kenaikan PPN secara langsung akan meningkatkan harga barang dan jasa. Komoditas menengah ke bawah, seperti kebutuhan pokok (beras, minyak goreng, telur), produk rumah tangga, dan transportasi umum, akan terdampak. Meski pemerintah berkomitmen untuk mempertahankan subsidi atau pembebasan PPN untuk barang tertentu, kenaikan harga pada rantai pasok barang lain bisa mengurangi daya beli masyarakat menengah ke bawah.
2. Penurunan Daya Beli Konsumen
Masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah biasanya mengalokasikan sebagian besar pendapatan untuk kebutuhan pokok. Dengan kenaikan PPN, mereka harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk barang yang sama, yang bisa memengaruhi pola konsumsi. Penurunan daya beli ini dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan karena konsumsi rumah tangga adalah salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
3. Dampak pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
UMKM yang bergantung pada komoditas menengah ke bawah kemungkinan besar akan merasakan dampak kenaikan ini. Biaya produksi yang meningkat karena pajak lebih tinggi bisa mengurangi margin keuntungan. Selain itu, turunnya daya beli masyarakat dapat menyebabkan penurunan permintaan produk-produk mereka, yang pada akhirnya bisa menghambat pertumbuhan sektor UMKM.
4. Ketimpangan Sosial yang Berpotensi Meningkat
Kenaikan PPN dianggap sebagai pajak regresif karena memberlakukan tarif yang sama untuk semua lapisan masyarakat, tanpa mempertimbangkan tingkat penghasilan. Dengan demikian, masyarakat berpenghasilan rendah akan merasakan beban yang lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat kaya. Ketimpangan ini dapat menimbulkan keresahan sosial jika tidak diimbangi dengan kebijakan kompensasi yang efektif.