Lihat ke Halaman Asli

Syahrijal

Mahasiswa

Kebenaran Relatif?

Diperbarui: 23 Januari 2020   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber via megapolitan.kompas.com

"Semakin lama hidup, semakin banyak cerita," begitu kata orang-orang tua.

Beberapa waktu lalu ada seorang kawan yang tiba-tiba datang setelah pulang kuliah,

"Mau ga?"  ujarnya sambil memperlihatkan beberapa pil obat.

Dengan santainya ia menenggak pil tersebut, tak merasa bersalah sedikitpun, "Fyuuh, enak banget," ujarnya.

Lalu, semalam aku membaca blog seorang kawan lamaku, yang ternyata seorang asnogtisch-atheist.

Dengan keyakinanya pula, ia tak merasa bersalah sedikitpun. Sekalipun ia tak percaya Tuhan.

Ternyata memang benar waktu mengubah segalanya, termasuk mengubah pola pikir, hingga pada akhirnya 'kebenaran menjadi sebuah kerelatifan'.

Semakin lama hidup, wawasan akan banyak bertambah, pada akhirnya kita akan semakin banyak berbuat kesalahan, akan tetapi kita tak merasa bersalah.

Ada yang percaya bahwa bahwa berbohong adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan, ada pula yang percaya bahwa berbohong boleh dilakukan; para (oknum) politisi misalnya.

Kembali lagi pada kerelatifan sebuah keberanan. Bahwa, tetap ada kebenaran agung yang tidak bisa di ganggu gugat. Kebenaran haqiqi. Kebenaran bahwa terkadang yang kita lakukan adalah sebuah kesalahan, namun kita tak ingin rendah diri untuk mengakuinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline