Lihat ke Halaman Asli

Syahrijal

Mahasiswa

Menekan Angka Kekerasan Remaja dengan Cara Islam

Diperbarui: 12 Agustus 2019   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: hai online

Selalu menjadi hal yang menarik saat kita berbicara tentang pelajar. Ada yang berkata bahwa pelajar adalah kaum yang terpelajar ada juga yang berpandangan nyinyir, bahwa pelajar adalah tukang pembuat onar.


Menurut KBBI pelajar adalah anak sekolah (terutama pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan); anak didik; murid; siswa.


Kita tak bisa menyalahkan asumsi sebagian masyarakat, bahwa pelajar adalah pembuat keresahan masyarakat. Salah satu yang membuat kekhawatiran masyarakat bertambah adalah tawuran pelajar yang semakin bertambah jumlahnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat kasus tawuran di Indonesia meningkat 1,1 persen sepanjang 2018. Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun lalu, angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, akan tetapi tahun ini naik menjadi 14 persen dan masih bertambah lagi di tahun 2019 ini.(Tempo)


Tawuran adalah adalah perkelahian massal disertai kata-kata yang meredahkan dan perilaku yang ditujukan untuk melukai lawannya (Kurniawan & Rois, 2009). Perilaku-perilaku yang muncul saat tawuran diantaranya adalah memprovokasi lawan, memukul, melempar batu, mengeroyok lawan hingga menggunakan senjata tajam (Oesman dalam Rahmania & Suminar, 2012). Tawuran antar pelajar tersebut merupakan perilaku agresi yang termasuk dalam Dysfunctional Behavior. Menurut seorang tokoh psikologi, Albert Bandura mengatakan bahwa perilaku agresi pada Dysfunctional Behavior memunculkan perilaku agresif yang bisa membahayakn siapapun bila tidak dikendalikan dan tidak ada yang melerai perilaku tersebut.

Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, faktor internal yang mempengaruhi perilaku kenakalan oleh anak, merupakan aspek kepribadian yang berasal dari dalam diri anak seperti konsep diri yang rendah (Yulianto, 2009), penyesuaian sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, sikap yang berlebihan serta pengendalian diri yang rendah. 

Sedangkan faktor eksternal adalah bagaimana lingkungan keluarga seperti pola asuh, lingkungan sekolah dan lingkungan teman sebaya berpengaruh terhadap anak. Maka di butuhkan peranan orang tua, masyarakat serta pihak sekolah untuk menekan jumlah kenakalan yang dilakukan oleh pelajar. Di rumah,orang tua memberikan pengertian dan contoh bahwa kegiatan yang bersifat kekerasan seperti tawuran adalah sebuah hal yang salah dan tidak pantas untuk dilakukan, sedang guru memberikan contoh dengan cara mengajar dengan cara yang halus dan dapat diterima oleh siswa-siswinya.

Maka benar bila agama Islam mengajarkan orang tua agar mendidik anaknya dengan cara yang ada di dalam Al-Quran, mendisiplinkan anak dengan mengajaknya sholat tepat waktu, mengajarkan anak untuk saling mengasihi dengan contoh teladan nabi dan rasul terdahulu.

Bila ajaran mendidik anak dengan cara islam dilakukan oleh orang tua di rumah dan guru di sekolah, maka angka kekerasan dikalangan remaja akan berkurang bahkan hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline