Lihat ke Halaman Asli

Syahrial

TERVERIFIKASI

Guru Madya

Misteri Penjaga Hutan Bambu

Diperbarui: 1 Februari 2025   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Meta AI

Mentari senja menyusup di antara celah-celah rumpun bambu, menciptakan bayangan yang menari di tanah berselimut daun kering. Udara semakin dingin, membawa aroma tanah basah yang pekat. Angin berdesir lembut, menggoyangkan dedaunan, seolah-olah berbisik di telinga mereka.  

Di tepi hutan yang diselimuti kabut tipis, lima sahabat berdiri dengan wajah tegang. Raka, sang pemimpin kelompok, menggenggam erat botol kaca di tangannya sambil menatap jauh ke dalam hutan. Di dalam dadanya, kecemasan berdesir, bercampur dengan keteguhan hati.  

"Naya makin parah," bisiknya, suaranya bergetar. Bayangan adiknya yang terbaring lemah dengan napas tersengal memenuhi pikirannya. "Kakek Joyo bilang cuma air dari mata air keramat yang bisa menyembuhkannya."  

Dimas menelan ludah, tangannya mengepal di sisi tubuh. "Yang ada di jantung hutan itu?" suaranya lirih. "Nenek bilang ada yang... jagain tempat itu."  

Tari mendengus, menepuk bahu Dimas pelan. "Jangan nakut-nakutin, deh!" katanya, meski matanya menyiratkan kegelisahan. Ia merogoh tas anyamannya dan mengeluarkan selembar peta usang yang tepiannya mulai robek. "Kata Kakek Joyo, mata airnya ada di tengah lingkaran bambu tertua. Cuma itu petunjuknya."  

"Ada tiga tempat yang mirip sama deskripsi itu," ujar Guntur, telunjuknya yang kurus mengarah ke titik-titik yang ia tandai di peta. Kacamatanya berkilau tertimpa cahaya senja. "Dan kita cuma punya waktu sampai matahari tenggelam."  

Raka menatap teman-temannya satu per satu. Ia tahu perjalanan ini bukan sekadar uji keberanian. Ini adalah misi hidup dan mati. "Kita berpencar. Aku sama Dimas ke utara, Tari sama Guntur ke timur. Lela, kamu tetap di titik awal, jaga komunikasi lewat peluit."  

Guntur mengangkat alis. "Kenapa harus berpencar? Bukannya lebih aman kalau kita tetap bersama?"  

"Lebih cepat kalau kita cari di tempat yang berbeda," jawab Raka. "Kita gak boleh buang waktu."  

Mereka mengangguk, meski kegelisahan tetap menggelayuti hati masing-masing.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline