Dunia terus bergerak maju dengan akselerasi teknologi yang tak terbendung. Di tengah arus perubahan ini, pendidikan Indonesia tak boleh tertinggal.
Program PembaTIK (Pembelajaran Berbasis TIK) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hadir sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak akan transformasi digital dalam dunia pendidikan kita. Namun, apakah program ini benar-benar dapat menjadi katalis perubahan yang kita harapkan?
Secara konsep, PembaTIK menawarkan visi yang menjanjikan. Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memang sudah seharusnya menjadi prioritas.
Pendekatan bertingkat yang ditawarkan, mulai dari level literasi hingga berbagi dan berkolaborasi, mencerminkan pemahaman bahwa transformasi digital bukanlah proses instan, melainkan perjalanan bertahap yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi.
Namun, kita perlu bersikap kritis. Apakah pelatihan semata cukup untuk mengubah paradigma dan praktik mengajar yang telah mengakar selama bertahun-tahun? Bagaimana dengan infrastruktur teknologi di daerah-daerah terpencil yang masih minim? Tanpa dukungan hardware dan konektivitas yang memadai, peningkatan kompetensi digital guru bisa jadi hanya menjadi wacana tanpa implementasi nyata.
Di sisi lain, inklusivitas program ini patut diapresiasi. Membuka kesempatan bagi guru honorer dan tenaga kependidikan untuk berpartisipasi adalah langkah bijak dalam membangun ekosistem pendidikan digital yang menyeluruh.
Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjangkau seluruh elemen pendidik, tidak hanya mereka yang berstatus PNS atau berada di sekolah-sekolah unggulan.
Konsep Duta Teknologi juga menarik untuk dicermati. Pendekatan peer-to-peer dalam penyebaran praktik baik pemanfaatan teknologi berpotensi menciptakan efek riak yang signifikan. Namun, perlu ada mekanisme yang jelas untuk memastikan bahwa para Duta Teknologi ini tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga memiliki kemampuan pedagogis yang mumpuni dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan krusial lainnya adalah sejauh mana program ini sejalan dengan visi besar Kurikulum Merdeka?
Pemanfaatan teknologi seharusnya bukan sekadar alat, melainkan katalis untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna, kontekstual, dan berpusat pada siswa. PembaTIK harus bisa memastikan bahwa peningkatan kompetensi digital guru berjalan selaras dengan prinsip-prinsip pembelajaran aktif dan kolaboratif yang diusung Kurikulum Merdeka.