Lihat ke Halaman Asli

Syahrial

TERVERIFIKASI

Guru Madya

Menyesap Secangkir Nostalgia di Pagi Malioboro

Diperbarui: 17 Juli 2024   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari pagi mulai mengintip malu-malu di balik gedung-gedung tinggi Yogyakarta. Sinarnya yang hangat perlahan menerangi jalanan Malioboro yang masih lengang. Inilah saat terbaik untuk menikmati pesona tersembunyi salah satu ikon wisata paling terkenal di Kota Gudeg ini. Jauh sebelum hiruk pikuk pedagang dan wisatawan memadati trotoar, Malioboro di pagi hari menyajikan pemandangan dan suasana yang berbeda - lebih tenang, lebih autentik, namun tak kalah memikat.

Aroma kopi yang menguar dari warung-warung pinggir jalan menjadi penanda bahwa kehidupan di Malioboro mulai berdetak. Para pedagang kaki lima mulai menata dagangan mereka. Beberapa pelancong yang menginap di hotel sekitar terlihat keluar untuk olahraga pagi atau sekadar mencari sarapan. Inilah saat yang tepat untuk menemukan sudut favorit dan mulai menikmati secangkir kopi jos atau wedang uwuh yang khas Yogyakarta.

Kopi jos, minuman legendaris yang menjadi ciri khas angkringan Yogya, merupakan paduan unik antara kopi hitam pekat dengan arang panas yang masih membara. Begitu arang dicelupkan, terdengar bunyi 'jos' yang menjadi asal muasal nama minuman ini. Rasa kopinya yang pahit berpadu dengan aroma smoky dari arang menciptakan sensasi yang tak terlupakan bagi para penikmatnya. 

Dokumen pribadi 

Sementara itu, wedang uwuh menawarkan kehangatan yang berbeda. Racikan minuman tradisional ini terdiri dari berbagai rempah seperti jahe, cengkeh, kayu manis, dan daun pala. Aromanya yang wangi dan rasanya yang pedas menghangatkan badan sekaligus menyegarkan pikiran. Konon, wedang uwuh juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh - bonus yang sangat bermanfaat di tengah udara pagi yang masih dingin.

Sembari menikmati minuman pilihan, mata dimanjakan oleh pemandangan orang-orang yang berolahraga pagi. Para pejalan kaki dan pelari tampak hilir mudik di sepanjang trotoar Malioboro. Beberapa menggunakan seragam olahraga kantor, sementara yang lain mengenakan pakaian kasual. Mereka yang lebih bersemangat memilih untuk bersepeda, memanfaatkan jalur khusus sepeda yang telah disediakan pemerintah kota.

Kehadiran para olahragawan pagi ini menambah nuansa dinamis Malioboro. Derap langkah mereka yang berirama dan dengung percakapan ringan antar rekan seperti melengkapi simfoni pagi yang dimainkan kota. Semangat mereka seolah menular, membuat siapa pun yang menyaksikan jadi ikut bersemangat menyambut hari.

Tiba-tiba, ketenangan pagi itu dipecahkan oleh bunyi sirine yang memekakkan telinga. Ah, rupanya ada kereta api yang akan melintas. Perlintasan kereta api di ujung selatan Malioboro memang menjadi atraksi tersendiri. Palang pintu diturunkan, kendaraan berhenti, dan orang-orang berkerumun untuk menyaksikan kereta lewat.

Dokumen pribadi 

Aroma rempah yang menggoda menguar dari mangkuk soto panas yang baru saja disajikan di salah satu warung pinggir jalan Malioboro. Kuah bening kekuningan dengan potongan ayam empuk, tauge renyah, dan seledri segar mengundang selera para pejalan kaki yang lelah setelah berbelanja. Sembari menikmati hidangan khas Indonesia ini, pengunjung dapat memandangi hiruk-pikuk aktivitas di jalan ikonik Yogyakarta tersebut - dari pedagang kaki lima yang menjajakan dagangan hingga becak-becak yang hilir mudik mengangkut wisatawan. Sensasi hangat kuah soto yang meresap ke dalam tubuh berpadu sempurna dengan suasana khas Malioboro, menciptakan pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline