"Idul Adha mengajarkan ketulusan berkorban demi meraih ridha Ilahi dengan keimanan yang teguh dan kepasrahan total."
Idul Adha, salah satu perayaan besar dalam Islam, seringkali disederhanakan hanya sebagai momentum menyembelih hewan kurban dan menunaikan sholat Ied. Meskipun kedua ritual ini penting, makna yang jauh lebih mendalam dari Idul Adha sering kali terlupakan. Perayaan ini seharusnya menjadi momen refleksi diri yang mendalam, menghidupkan kembali nilai-nilai luhur, dan mengambil pelajaran berharga dari kisah pengurbanan Nabi Ibrahim sebagaimana firman Allah dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia menjawab: "Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar"."
Pada intinya, Idul Adha merupakan peringatan akan ketaatan dan keimanan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya, Ismail, demi menunaikan perintah Allah sesuai dengan firman-Nya dalam QS. Ash-Shaffat ayat 107:
"Dan Kami tebuslah anak itu dengan seekor sembelihan yang besar".
Kisah ini mengajarkan kita untuk sepenuhnya berserah diri kepada kehendak Ilahi, menempatkan iman di atas segalanya, serta menghormati pengorbanan tertinggi demi mencapai ridha-Nya sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 207:
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya."
Pertama, Idul Adha mengingatkan kita tentang pentingnya ketaatan dan kepatuhan yang mutlak kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nur ayat 51:
"Sesungguhnya kami hanya menurut kepada-Nya".