Lihat ke Halaman Asli

Syahrial

TERVERIFIKASI

Guru Madya

Bantal Harvest vs Harvest Luxury: Ketika Penegakan Hukum Mengancam Eksistensi UMKM

Diperbarui: 16 Mei 2024   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Bu Anis

Kasus sengketa merek antara Debby Afandi selaku pemilik merek bantal "Harvest" dengan Fajar Yulistianto pemilik merek "Harvest Luxury" telah membuka mata kita tentang pentingnya menegakkan keadilan dalam melindungi hak kekayaan intelektual dan memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dalam kasus ini, pihak Kepolisian Resor Pasuruan dinilai telah melakukan tindakan yang berpotensi merugikan dan mengkriminalisasi UMKM dengan menetapkan Debby Afandi dan istrinya, Daris Nur Fadilah, sebagai tersangka tanpa mempertimbangkan bukti-bukti yang kuat.

Esensi permasalahan terletak pada perbedaan merek yang digunakan oleh kedua belah pihak. Berdasarkan keterangan kuasa hukum Debby Afandi, Sahlan Azwar, SH., kliennya lebih dulu menciptakan dan mendesain merek "Harvest" sebelum merek "Harvest Luxury" ada. Artinya, Debby dan istrinya memiliki hak prioritas untuk menggunakan merek tersebut dalam bisnis UMKM mereka. Kendati terdapat kemiripan, namun secara produk hukum dan entitas hukum, merek "Harvest" dan "Harvest Luxury" merupakan dua hal yang berbeda dan tidak bisa disamakan begitu saja.

Sahlan Azwar menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak memiliki landasan hukum yang kuat (legal standing) karena Debby Afandi lebih dulu mendaftarkan dan menggunakan merek "Harvest" sebelum ada pihak lain yang menggunakan merek serupa. Oleh karena itu, sudah semestinya pihak kepolisian tidak serta-merta menetapkan mereka sebagai tersangka tanpa mempertimbangkan aspek keadilan dan kepastian hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan hak kekayaan intelektual.

Dokumen Bu Anis

Fakta bahwa pihak kepolisian meminta uang jaminan penangguhan penahanan sebesar Rp25 juta dari Debby Afandi semakin memperkuat dugaan telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Tindakan tersebut tidak hanya mencederai rasa keadilan tetapi juga berpotensi mengkriminalisasi UMKM yang seharusnya dilindungi dan diberdayakan oleh negara.

Dalam sebuah negara hukum yang demokratis, penegakan hukum haruslah dilandaskan pada prinsip keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum, bukan justru menjadi alat untuk menekan dan mengkriminalisasi warga negara yang tidak bersalah. Penetapan tersangka haruslah didasari bukti-bukti yang kuat dan tidak boleh mengabaikan aspek keadilan, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan hak kekayaan intelektual dan UMKM.

Hak kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya merek dagang, merupakan aset berharga bagi pelaku UMKM dalam mengembangkan usaha mereka. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk melindungi hak kekayaan intelektual tersebut serta menjamin keadilan bagi para pemiliknya. Mengkriminalisasi pelaku UMKM tanpa alasan yang kuat justru akan kontra-produktif terhadap upaya pemberdayaan UMKM dan dapat melemahkan perekonomian rakyat.

Dokumen Bu Anis

Dalam kasus ini, pihak Kepolisian Resor Pasuruan diharapkan dapat meninjau kembali proses penyidikan dan penetapan tersangka dengan mempertimbangkan aspek keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Perbedaan merek "Harvest" dan "Harvest Luxury" harus diapresiasi sebagai bagian dari kekayaan intelektual dan keanekaragaman produk UMKM di Indonesia.

Melindungi hak kekayaan intelektual UMKM berarti melindungi perekonomian rakyat dan menjamin keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam kasus-kasus serupa, bukan malah menjadi alat untuk mengkriminalisasi UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline