Lihat ke Halaman Asli

Syahril Agoes Laporkan PT. Al Ijarah Indonesia Finance ke Menteri Keuangan

Diperbarui: 11 September 2016   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SETELAH 2 (dua) kali di somasi akhirnya PT. Al Ijarah Indonesia Finance dilaporkan ke Menteri Keuangan oleh debitornya, menurut debitor ini bahwa perusahaan pembiayaan yang berbasis syari’ah ini tidak memperlakukan atau melayani ia secara benar dan jujur, kebijakannya sarat dengan pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta kerap berbaur kriminalisasi.

PEKANBARU (9/9/16), Debitor ini melaporkan PT. Al Ijarah Indonesia Finance ke Menteri Keuangan di sebabkan oleh 3 (tiga) karyawan perusahaan tersebut (Sdr. JUPIR TANIANSYAH als AAN, Sdr. ERY SUSANTO dan Sdr. ORIZA SATIVA Als. ORY) pada tanggal 30 Januari 2014 silam telah melakukan Eksekusi Fidusia SECARA MELAWAN HUKUM, yaitu “TEBUS GADAI DENGAN PERSANGKAAN PALSU” senilai Rp. 25.000.000,- terhadap 1 (satu) unit mobil Daihatsu XENIA Li Sporty milik debitor dari tangan pelanggan rentalnya, atau dengan sengaja melanggar Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 130/PMK.010/2012 dan Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, namun karena ia tidak berbuat akhirnya si pemilik mobil ini protes, meminta agar pihak PT. Al Ijarah mengembalikan mobil miliknya, sayangnya persoalan tidak semudah itu, dan setelah tidak dapat di selesaikan dengan cara kekeluargaan, debitor pun melaporkan kejadian tersebut ke Polda Riau pada tanggal 3 Pebruari 2014 silam, atas dugaan tindak pidana Penggelapan (pasal 372 KUHPidana). Dan perkara tersebut sudah diadili oleh Pengadilan Negeri Bengkalis dengan putusan nomor 19/Pid.B/2015/PN.Bls dalam sidang terbuka pada tanggal 9 April 2015 lalu.

Pelanggaran ini bukan yang pertama tutur debitor, ia juga meceritakan kejadian sebelumnya, “ saya pernah di kasi SP1, SP2 dan SP3 yang tidak dapat di benarkan dari dunia manapun, masalahnya Surat Peringatan (SP) tersebut, TIDAK BERDASAR, Karena ke 3 SP tersebut saya terima secara bersamaan pada tanggal 12 Nopember 2012 silam, sementara ketika itu semua angsuran sudah saya bayar sebelum SP1 dan SP2 saya terima, SP1 untuk angsuran jatuh tempo tanggal 04/08/12 sudah dibayar debitor pada tanggal 14/09/12, SP2 untuk angsuran jatuh tempo tanggal 04/09/12 sudah dibayar debitor pada tanggal 18/10/12, dan SP3 untuk angsuran jatuh tempo tanggal 04/10/12 sudah dibayar debitor pada tanggal 24/12/12, “. Ucapnya sambil memperlihatkan SP-SP tersebut

Dan menurut pengakuannya bahwa sejak di terbitkannya ke 3 SP kriminalisasi itu, membuat ia tidak dapat lagi memenuhi kewajiban selaku debitor, hal ini disebabkan oleh perusahaan tersebut tidak mau memberikan segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan persyaratan pengurusan perpanjangan pajak mobilnya, padahal ia mengajukan pembiayaan dengan persyaratan hak guna usaha di bidang jasa angkutan yang disertai lampiran pendapatan dari usaha rental miliknya, dan pengajuan penggunaan mobil tersebut adalah untuk disewakan, hal ini juga diperkuat oleh kreditor dengan Polis Asuransi Kendaraan Bermotor syari’ah dengan penggunaan KOMERSIAL, yaitu “Komersial adalah penggunaan atas kendaraan bermotor tersebut untuk di sewakan atau menerima balas jasa”.

Tindakan perusahaan selaku kreditor tersebut sangat aneh tutur debitor, sebagai debitor/konsumen yang beritikad baik saya sudah berulang kali menghubungi dan mendatangi kantor mereka sebelum dan sesudah kejadian guna mencari solusi, saya sarankan agar pajak mobil tersebut di perpanjang dulu karena ada teman saya yang berminat untuk meneruskan kredit mobil tersebut namun mereka tidak menanggapinya, dan tetap tidak mau memberikan persyaratan perpanjangan pajak mobil tersebut dan sayapun sudah 2 (dua) kali memberi somasi atas pelanggaran dan atas kerugian saya, meski sudah 2 (dua) kali tenggat waktu berakhir namun tidak ada tanda-tanda itikad baik dari kreditor tersebut, baik memberikan jawaban tertulis maupun mengundang saya selaku debitor yang menjadi korban kerugian atas kebijakan perusahaan tersebut.

Konon kata mereka bahwa mereka memiliki Akta dan Sertifikat Jaminan Fidusia, saya pun merasa heran karena saya tidak pernah mengurusnya di notaris manapun, namun saya mencoba untuk meminta salinan akta fidusia dan salinan sertifikat jaminan fidusia tersebut, mereka juga tidak mau memberikan padahal mau akta dibawah tangan atau akta apapun namanya, saya tetap punya hak atas itu. “imbuhnya”                                                                         

Namun belakangan ini debitor mengetahui dan melihat akta fidusia tersebut dari Jaksa Penuntut Umum bahwa salinan akta fidusia dan salinan Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut memang ada, namun akta tersebut hanyalah akta dibawah tangan yang penuh dengan tanda kutip, pasalnya akta fidusia tersebut adalah akta abal-abal atau keterangan-keterangan yang menyesatkan karena surat kuasa atas pemasangan Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut di tanda tangani oleh istrinya pada tanggal 26 Februari 2011, sementara akta fidusia tersebut di buat oleh FEBBY HANDOYO, SH selaku Notaris di Jakarta dengan nomor : 29, tanggal 1 Desember 2011 dan di daftarkan pada Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Riau pada tanggal 27 Desember 2011.

Di satu sisi baik dia maupun istrinya tidak pernah menghadap dan tidak mengenal FEBBY HANDOYO, SH selaku Notaris di Jakarta tersebut. Dan di sisi lain pada Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut bahwa pemberi fidusia adalah nama debitor, sementara ia tidak pernah memberi dan menanda tangani Surat Kuasa Pemasangan Jaminan Fidusia tersebut atas nama dirinya sendiri, akad pembiyaan Murabahah antara ia dengan kreditor di tanda tangani pada tanggal 26 Februari 2011, maka dengan demikian pembuatan Akta Fidusia dan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut adalah CACAT HUKUM karena pelaksanaan kewajibannya melanggar Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 130/PMK.010/2012 dan Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yaitu tidak tepat waktu, akta dibawah tangan, dilakukan tidak menurut selayaknya, telah lewat waktu (10 bulan), sementara menurut ketentuan peraturan dan undang-undang yang berlaku paling lama hanya 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.

PT. Al Ijarah Indonesia Finance menurut dia sudah jelas dengan sengaja melanggar Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 130/PMK.010/2012, Pasal 35 Undang-Undang Nomor : 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan sederet peraturan maupun perundang-undangan lain yang berlaku di negeri ini, maka akta fidusia dan sertifikat jaminan fidusia tersebut patut di pertanyakan.

Meski Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis mengembalikan mobil tersebut kepada debitor, namun ia tidak dapat mengoperasikan secara leluasa karena pajak dan stnk mobil tersebut sudah habis masa berlakunya. Dan oleh sebab itu selaku debitor maka ia meminta kepada Menteri Keuangan agar menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor : 130/PMK.010/2012 terhadap PT. Al Ijarah Indonesia Finance, dan menyangkut pelanggaran pidana maupun perdata tetap akan saya proses secara bertahap agar hal serupa tidak terulang. “tutur debitor”. (SA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline