Rivalitas Dalam Dunia Sepak Bola: Bentrokan dan Cara Mencegahnya
Dewasa ini, banyak sekali penggemar dari dua kubu sepak bola yang merupakan rival antar satu sama lain terlibat baku hantam di luar stadion. Bahkan, tidak jarang dalam bentrok terdapat korban jiwa. Ini tentunya mencederai tujuan utama sepak bola, yakni untuk menyatukan kita semua.
Kita semua pasti bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Mengapa bisa para penggemar sepak bola bisa se-fanatik itu dengan klub yang ia dukung? Sehingga mereka bisa tega menghilangkan nyawa sesama penggemar sepak bola yang bertujuan untuk menonton tim kesayangannya yang sedang bertanding. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menganalisis mengapa hal tersebut bisa terjadi dalam perspektif psikologis
Menjadi penggemar suatu klub, proses mencari identitas sosial
Mari kita berkenalan dengan salah satu teori dalam ilmu Psikologi, yakni teori identitas sosial. Teori identitas sosial pertama kali dicetuskan oleh Henri Tajfel yang dibantu oleh John Turner sekitar tahun 1970-1980.
Tajfel mengatakan bahwa kelompok (kelas sosial, keluarga, klub sepak bola) merupakan sumber yang penting dalam mencari kebanggaan dan juga kepercayaan diri bagi individu. Bergabung ke dalam suatu kelompok memberikan kita identitas sosial. Identitas yang membuat kita merasa "penting" berada di masyarakat.
Dalam teori identitas sosial, terdapat tiga tahap dimana seseorang bisa mendapat identitas sosial yaitu, kategorisasi, identifikasi, dan perbandingan. Kita biasa mengkategorisasikan orang sehingga kita bisa melihat mereka sebagai Us (kami) atau in-group dan Them (mereka) atau out-group.
Dalam konteks sepak bola, misal saya memilih untuk menjadi penggemar Manchester United, maka saya akan melihat sesama penggemar Manchester United sebagai in-group dan melihat penggemar sepak bola lain sebagai out-group.
Setelah melakukan proses kategorisasi kita masuk ke proses kedua yakni Identifikasi. Proses identifikasi ini dimulai ketika kita mengadopsi identitas kelompok yang telah kita kategorisasikan sebagai kelompok kita. Dalam proses identifikasi ini akan tercipta suatu ikatan emosional dengan kelompok kita. Dimana kepercayaan diri dan kebanggaan kita bisa dipengaruhi oleh kelompok.
Sebagai contoh, penulis merupakan penggemar Manchester United, maka penulis berperilaku bagaimana seorang penggemar Manchester United berperilaku. Penulis menonton setiap pertandingan mereka, membeli jersey mereka, menyanyikan chants mereka, dan lain-lain. Penulis merasa bangga dan kepercayaan diri penulis meningkat jika mereka berhasil memenangkan pertandingan atau trofi. Sebaliknya penulis merasa sedih dan kecewa jika mereka menelan kekalahan.