Sejak Januari 2025, pemerintah Indonesia meluncurkan aplikasi Coretax sebagai bagian dari reformasi perpajakan yang ambisius. Langkah ini merupakan respons atas tantangan yang terus dihadapi dalam meningkatkan penerimaan pajak, memperluas basis pajak, dan menekan kebocoran pendapatan negara.
Dengan proyeksi penerimaan pajak sebesar 1.500 triliun rupiah, Coretax diharapkan menjadi solusi digital yang mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut. Namun, target besar ini menimbulkan pertanyaan: seberapa realistis pencapaian angka tersebut?
Untuk memberikan gambaran, realisasi penerimaan pajak di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp1.300 triliun, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Keuangan dalam APBN KiTa edisi Desember 2023.
Angka ini mengalami pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh implementasi tax amnesty tahap kedua dan perbaikan pengawasan pajak.
Namun, tantangan masih besar: tingkat kepatuhan wajib pajak, yang pada 2023 hanya mencapai 72%, menunjukkan bahwa ada potensi besar yang belum tergarap sepenuhnya.
Menurut data Bank Dunia, kontribusi penerimaan pajak terhadap PDB (rasio pajak) Indonesia hanya sekitar 10-12% dalam satu dekade terakhir, jauh di bawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia Tenggara, seperti Vietnam (18%) dan Thailand (16%).
Situasi ini memperkuat urgensi inovasi teknologi untuk memperbaiki kinerja perpajakan. Dalam konteks inilah, Coretax diperkenalkan dengan janji membawa revolusi digital dalam administrasi perpajakan nasional.
Apa Itu Coretax?
Coretax adalah sistem digitalisasi perpajakan terbaru yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya modernisasi administrasi perpajakan.
Aplikasi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses pengelolaan pajak. Coretax mengintegrasikan berbagai tahap administrasi pajak, mulai dari pelaporan, pembayaran, hingga pengawasan wajib pajak, yang dilakukan secara real-time.