Lihat ke Halaman Asli

syahmardi yacob

Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Swasembada Pangan Vs Swasembada Energi, Kerja Keras Lima Tahun Permerintahan Prabowo

Diperbarui: 21 November 2024   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petani memanen padi di Desa Penganjang, Kecamatan Sindang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (4/3/2024). Menurut petani, harga gabah kering saat ini mengalami kenaikan menjadi Rp1,1 juta per kuintal dari sebelumnya Rp950 ribu per kuintal. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara) 

Swasembada pangan dan energi merupakan dua isu strategis yang menentukan kedaulatan dan stabilitas ekonomi Indonesia. 

Ketergantungan pada impor, baik untuk pangan maupun energi, menciptakan kerentanan ekonomi dalam menghadapi dinamika global yang penuh ketidakpastian. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, produksi beras nasional diperkirakan mencapai sekitar 30,34 juta ton, mendekati kebutuhan nasional, tetapi dengan margin surplus yang sangat tipis. 

Selain itu, ketergantungan pada impor pangan lain seperti gandum dan gula masih sangat tinggi; data BPS menunjukkan bahwa sepanjang Januari-September 2024, impor gula mencapai 3,66 juta ton senilai US$2,15 miliar. 

Ketergantungan ini memperlihatkan bahwa masih ada tantangan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri, terutama dalam kondisi pasar global yang bergejolak.

Di sisi energi, ketergantungan pada bahan bakar fosil impor juga sangat signifikan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa pada semester pertama tahun 2024, impor minyak mencapai US$18,01 miliar, yang berdampak besar pada defisit transaksi berjalan Indonesia. 

Ketergantungan ini tidak hanya membebani anggaran nasional tetapi juga menciptakan risiko inflasi yang tinggi akibat fluktuasi harga energi global. Berdasarkan potensi energi terbarukan Indonesia, seperti tenaga surya yang mencapai 207,8 gigawatt (GW) dan tenaga angin sebesar 60,6 GW, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan ini. Namun, data Kementerian ESDM pada 2024 menunjukkan bahwa kapasitas terpasang energi terbarukan baru mencapai sekitar 66,6% dari target tahunan, mencerminkan masih rendahnya pemanfaatan energi alternatif ini.

Pemerintahan Presiden Prabowo menghadapi tantangan besar dalam lima tahun ke depan untuk membangun kemandirian di kedua sektor ini. Pencapaian swasembada pangan tidak hanya akan meningkatkan ketahanan ekonomi, tetapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada fluktuasi harga internasional dan risiko inflasi pangan. 

Di sisi lain, swasembada energi akan menurunkan beban anggaran akibat impor minyak dan bahan bakar lainnya serta mengurangi defisit transaksi berjalan. Dengan latar belakang ini, artikel ini akan membahas secara mendalam pentingnya swasembada pangan dan energi, tantangan yang dihadapi, serta rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk mencapai kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

Tantangan dalam Mewujudkan Swasembada Energi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline