Lihat ke Halaman Asli

Hiruk Pikuk Pernikahan

Diperbarui: 22 Maret 2023   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

DEFINISI HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA.

Hukum Perdata merupakan kaidah yang mengatur hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat. Sedangkan hukum merupakan suatu alat atau seperangkat aturan dan pedoman. Dan Perdata merupakan  sebuah pengaturan atau ketentuan hak, harta benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum.    

Jadi hukum perdata Islam di Indonesia yakni ketentuan atau kaidah dalam Islam yang mengatur mengenai hubungan perorangan dan kekeluargaan di antara warga negara Indonesia bagi yang menganut ajaran agama Islam. Tujuanya adalah supaya  dalam hubungan hukum antar sesama warga muslim, baik  secara internal keluarga maupun eksternal hubungan dengan orang lain, pastinya berada di Indonesia agar bisa bergerak dengan baik serta terciptanya  ketertiban hukum, sosial maupun masyarakat. 

Dengan kata lain hukum perdata islam di Indonesia ini termasuk hukum positif yang sumbernya atau produk dari hukum islam yang biasanya berkaitan dengan Perkawinan, Talak, Rujuk, Kewarisan, Pinjam meminjam, Persyarikatan, kebendaan, Jual beli, Perwakafan, Hibah, Wasiat, maupun Peralihan hak.

PRINSIP PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Menurut UU No. 1 Tahun 1974, yakni sebagai berikut:
1.  Guna membangun Keluarga yang kekal abadi.
2.  Pernikahan tersebut akan sah apabila pernikahan tersebut  dilakukan sesuai menurut hukum masing-masing agama kepercayaannya.
3. Monogomi yang terbuka yang di sertai dengan izin pengadilan apabila ingin berpoligami.
4. Batasan usia mempelai adalah 19 tahun bagi laki-laki 16 tahun bagi perempuan, akan tetapi munculnya pembaharuan ketentuan / revisi bahwasanya usia untuk melakukan pernikahan yakni 19 tahun baik laki-laki maupun  bagi perempuan.
5. Berakhirnua sebuah perkawinan yakni dengan sesuai dengan putusan pengadilan.
6. Seimbangnya kedudukan antara suami dan istri.

Menurut Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yakni sebagai berikut:
a.) Adanya persetujuan antara kedua mempelai ( tanpa adanya paksaan )
b.)  Pelarangan perkawinan apabila ada pertalian Keturunan ( nasab), Kerabat semenda, dan Sepersusuan.
c.) Rukun dan syarat telah terpenuhi.
d.) Perkawinan bertujuan untuk meciptakan keluarga yang Sakinah mawadah wa Rahmah ( Samara)
e.) Kewajiban dan Hak suami istri seimbang ( sama)
DAMPAK DAMPAK YANG TERJADI APABILA TIDAK MENCATATKAN PERKAWINAN.

1.) DAMPAK SOSIOLOGIS.
Apabila tidak mencatatkan perkawinan, akan berefek secara sosiologis, dampak tersebut  akan mempengaruhi seseorang maupun orang-orang sekitar. Dampak yang akan terjadi yakni di antaranya:

a.) Tidak akan diakui masyarakat, hal ini akan berdampak terhadap hubungan sosial dengan orang-orang di sekeliling mereka yang tidak mencatatkan perkawinan.

b.) Hilangnya tanggung jawab sosial, misalnya tidak mempunyai tanggung jawab sosial seperti halnya perkawinan yang telah di  dicatatkan secara yuridis. Salah satunya beban untuk membayarkan pajak atau memenuhi kewajiban kewajiban sosial lainnya.

2.) DAMPAK RELIGIUS.
Dampak religius yang akan di alami adalah sebagai berikut:
a.) Tidak mencatatkan perkawinannya maka secara otomatis tidak akan memiliki kekuatan hukum yang sah, oleh karenanya dalam pembagian waris bila  twrdapat perselisihan atau talak maka akan sangat sulit untuk menetapkan ahli warisnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline