Mengingat jumlah pegawai honorer cukup banyak dan tentu saja bisa dua kali lipat dari jumlah PNS yang ada, maka wajar jika utak-atik pegawai honorer sampai saat ini belum menemukan titik temu antara pihak pemerintah, DPR, instansi terkait, dan juga ekspektasi masyarakat.
Pelarangan untuk mengangkat pegawai honorer bagi instansi pemerintah berdasarkan perubahan PP No 48 tahun 2005, justru menambah semakin banyak jumlah honorer di seluruh instansi pemerintah.
Sekalipun pengangkatan honorer tetap mempertimbangkan beban biaya negara, namun pada kenyataannya perubahan-perubahan nomenklatur seperti Pegawai Tetap (PT) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) cukup menjadi "celah" bagi kebijakan politik para pejabat "lokal" untuk mengangkat para honorer "setara" dengan PNS.
Kementerian Agama merupakan instansi pemerintah yang paling banyak memiliki PNS dan juga honorer, sehingga paling kental tarik-menarik kepentingan politik di dalamnya.
Ketidakjelasan nasib pegawai honorer hingga saat ini, apakah akan dinaikkan statusnya menjadi P3K atau dihapus, masih menunggu kebijakan para pemangku kepentingan.
Bukan suatu isapan jempol saya kira, bahwa tenaga honorer justru akan tampak lebih sibuk, bahkan beberapa beban pekerjaan yang kadang berlebih, karena ada sebagian beban kerja seorang PNS "dibagi" dengan beban pegawai honorer.
Menariknya, banyak pegawai honorer justru lebih senior dari beberapa PNS yang baru diangkat, tetapi justru mereka menjadi "junior" karena alasan stratifikasi status kepegawaian.
Keahlian para honorer justru terabaikan, sekalipun pengalaman kerja mereka bertahun-tahun, tetapi hampir pasti tidak pernah menjadi apapun, tidak mungkin menduduki jabatan strategis apapun, karena lagi-lagi mereka hanyalah honorer bukanlah "pegawai".
Namun demi pekerjaan dan "nilai" bagi kebutuhan hidup, para tenaga honorer di instansi pemerintahan lebih banyak bertahan daripada mereka harus kembali berjuang mencari pekerjaan yang lapangannya semakin hari semakin sempit.
Jika ke-PNS-an secara stratifikasi jabatan dapat menanjak setelah 3 atau 4 tahun, maka seorang pegawai honorer yang telah 15 sampai 25 tahun, tetaplah honorer dengan tanpa melekat jabatan apapun bagi dirinya, bahkan tak akan pernah merasakan naik pangkat seperti yang diperoleh para PNS.
Maka sangat wajar, jika para pekerja honorer kerap kali menyuarakan aspirasinya hingga di jalanan, demi menaikkan strata mereka dalam hal pekerjaan agar bisa "setara" dengan PNS minimal dengan mempertimbangkan masa kerja.