Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Surat Keterangan Lulus Tidak Identik dengan Ijazah

Diperbarui: 27 Juni 2019   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ijazah palsu | sumber: Kompas TV

Kasus dugaan pemalsuan ijazah yang menjerat mantan komedian kawakan Nurul Qomar yang menjabat sebagai rektor salah satu perguruan tinggi swasta di Brebes, Jateng, bagi saya sarat nuansa politik.

Bagaimana tidak, pengangkatan rektor sebagai pemegang jabatan tertinggi di suatu perguruan tinggi tidaklah sembarangan, apalagi hanya bermodalkan surat keterangan lulus (SKL) yang hampir-hampir tak mungkin diajukan sebagai syarat menjadi seorang pimpinan dengan jabatan paling bergengsi di suatu universitas.

Tentu sangat naif, jika mayoritas civitas akademika menyetujui dan mengangkat seorang yang menjadi pimpinan mereka sedangkan kapasitas akademisnya masih sangat belum jelas.

Dalam banyak hal, SKL hanya berlaku sementara dan dalam keadaan yang memaksa, seperti misalnya seorang yang baru lulus SMA lalu mengikuti tes masuk perguruan tinggi pilihannya, boleh menunjukkan SKL karena ijazahnya dipastikan masih dalam proses pengesahan.

Calon mahasiswa tersebut diizinkan mengikuti seleksi dan setelah lulus, seluruh persyaratan legalitas sudah semestinya ditunjukkan kepada pihak berwenang dalam lingkungan perguruan tinggi yang dimaksud.

Tak mungkin rasanya seorang mahasiswa yang telah lulus, tetapi hanya mengandalkan SKL sebagai bentuk legal-formal persyaratan selama dirinya mengenyam bangku perkuliahan.

Hal ini tentu saja sangat sederhana, terlebih seseorang yang didaulat dan diangkat sebagai rektor, seorang pimpinan tertinggi dalam lingkup akademisi.

Adalah hal aneh, jika belakangan, Qomar dijadikan terduga kasus pemalsuan ijazah, padahal sudah beberapa lama ini dirinya menjabat sebagai pimpinan tertinggi universitas. 

Aroma politik tentu saja kental dalam kasus Qomar ini---jika tidak mau disebut ada dugaan iri hati atau hal politis lainnya---jika melihat terbongkarnya kasus dugaan pemalsuan ijazah justru tidak diantisipasi sejak awal.

Hal ini, kerap terjadi tidak hanya dalam lingkungan civitas akademika, namun unsur-unsur politis menyeruak dalam kompetisi yang tidak sehat dalam lingkup birokrasi pemerintahan.

Menarik untuk dicermati, karena sejak 2017 lalu, Kemenristekdikti telah memberhentikan izin operasional 25 perguruan tinggi swasta dan mempertimbangkan 102 diantaranya yang akan terkena sangsi serupa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline