Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Melawan Islam Oportunis, PSI Tolak Perda Syariah

Diperbarui: 15 November 2018   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menelisik pergerakan aktivitas Islam politik belakangan ini memang tak sulit, karena umumnya mereka sudah bergerak sejak lama dan benar-benar telah mewujud secara nyata dalam gelanggang politik. Para pegiat Islamis, tentu saja bertebaran dalam kantung-kantung parpol Islam, kelompok aktivis, ormas keagamaan, bahkan secara formal ada dalam lembaga-lembaga pendidikan. 

Sejak reformasi bergulir, para pegiat Islamis semakin eksis menyuarakan tren formalisme agama agar dapat masuk dalam struktur kenegaraan, baik itu peraturan-peraturan atau menciptakan aksi-aksi politik tertentu yang didasari semangat keagamaan. Para politisi juga setuju untuk memanfaatkan mereka, sehingga format politik dibuat sekadar menjaga suara mereka demi stabilitasnya ruang lingkup elektoral partai.

Itulah kenapa, ketika ada parpol yang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap berbagai aturan yang dilandasi semangat keagamaan---baik perda syariah atau perda agama lainnya---membuat gerah para politisi dan pegiat Islamis, lalu dicap sebagai bagian gerakan Islamofobia. PSI merupakan satu-satunya parpol baru yang secara terang-terangan menolak perda agama ditengah antusiasme Islam politik mewabah yang belakangan kerap dimanfaatkan pihak-pihak Islam oportunis yang tersebar dalam berbagai kekuatan politik. 

Seperti melawan arus, PSI harus siap menghadapi beragam tudingan dari para pegiat Islamis, dimana berarti parpol ini melawan segala bentuk formalisme agama dalam politik, termasuk memposisikan dirinya sebagai parpol yang betul-betul baru, tanpa mengakar pada realitas sosial-politik yang sebelumnya tumbuh dan dimanfaatkan.

Memandang PSI sebagai parpol baru yang mulai bergelirya di jalur kekuasaan formal, harus dipahami sebagai proses pencarian jati diri partai. Terlalu terburu-buru jika muncul pernyataan bahwa PSI disebut sebagai parpol yang menolak agama atau wujud Islamopobia yang diberi peran dalam gelanggang politik. 

PSI nampaknya hanya memanfaatkan jalur formal politik yang mendukung kekuasaan, sehingga wajar proses pencarian jati dirinya sebagai parpol modern harus rela sementara  "mendompleng" penguasa terlebih dahulu, seraya mencari akar politik pijakannya yang mungkin saja butuh waktu. Bagi saya, PSI menjadi wujud kreativitas politik anak muda yang mulai mencoba memberi warna terhadap dinamika politik-kekuasaan.

Menyoal perda syariah yang tumbuh di Indonesia, hendaknya tidak juga dipandang sebagai suatu gerakan murni keagamaan tanpa ada kepentingan yang bermain didalamnya. Berdasarkan penelitian Dr. Michael Buehler yang dikemas dalam bukunya, "The Politics of Shari'a Law" menunjukkan bahwa tumbuh suburnya perda syariah yang dimulai sejak 1998 linier dengan kemerosotan suara-suara parpol Islam sehingga mereka mau tidak mau harus memanfaatkan jaringan pegiat Islamis sebagai dukungan politiknya. 

Buehler menganalisis tentang ekses demokratisasi yang memberikan tekanan baru kepada para elite yang berkuasa untuk memobilisasi dan membuat pemetaan wilayah politiknya sendiri seraya membuka ruang bagi para pegiat Islamis untuk dapat mempengaruhi sistem politik.

Dalam sebuah wawancaranya dengan BBC Indonesia, Buehler bahkan membuat kesimpulan bahwa kemunculan perda-perda syariah di Indonesia bukan merupakan pertanda suatu pergeseran atau transformasi ideologis yang meluas dalam masyarakat Indonesia, namun lebih sebagai hasil dari politik kemanfaatan. 

Seolah-olah, ada upaya kelompok Islam oportunis yang memang sengaja memanfaatkan berbagai gerakan pegiat Islamis dengan membuka ruang bagi bentuk formalisme agama. Mereka jelas mendapatkan keuntungan secara politik dan memperoleh relasi-relasi kekuasaan secara oportunistik. Bukan tidak mungkin, para politisi pendukung perda syariah tidak benar-benar mengetahui soal syariah itu sendiri karena mereka sekadar memanfaatkan dukungan dari kelompok-kelompok pegiat Islamis.

PSI secara tidak langsung, tampak sedang melawan kelompok-kelompok Islam oportunis yang saat ini memang memanfaatkan agama sebagai celah bagi keuntungan kekuasaan. Disadari ataupun tidak, maraknya berbagai gerakan yang mengatasnamakan semangat agama belakangan, justru menjadi keuntungan tersendiri bagi para politisi oportunistik untuk tetap eksis melanggengkan kekuasaannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline