Mencuatnya beragam kasus yang berawal dari kebencian, semakin menunjukkan betapa lalu-lintas kedamaian yang semestinya lancar dan nyaman semakin tersendat. Bagaimana tidak, kebencian dan sakit hati dapat saja menjadi pemicu runtuhnya ikatan-ikatan solidaritas sosial yang telah sekian lama terjaga.
Kasus seorang mantan sales panci misalnya, seakan memberi pelajaran penting soal dampak kebencian yang tak hanya merugikan teman sepekerjaannya karena difitnah, tetapi juga meresahkan dan mengganggu banyak orang. Ungkapan kebencian yang belakangan kian marak, juga menambah segmentasi sosial, sebagai "barisan sakit hati" yang selalu melihat sisi negatif dari siapapun yang tidak disukainya.
Sulit untuk tidak mengatakan, benci dan cinta seperti dua sisi mata pisau yang saling berdekatan, tetapi keduanya saling berlawanan. Ketika seseorang mencintai, bisa jadi akan menutup seluruh keburukan dari hal yang ia cintai, begitupun sebaliknya, membenci sesuatu tentu saja menutup apa saja yang membuat anda sendiri jatuh cinta kepadanya.
Dua sisi yang saling berlawanan, sehingga sangat tipis sekali jaraknya mengakibatkan cinta dan benci kadang selalu datang secara bersamaan. Anda mungkin saja memandang sesuatu yang disukai atau sesuai dengan selera yang diinginkan, lantas dengan mudahnya anda mencintai.
Sebaliknya, apa yang anda pandang sebagai sesuatu yang tidak disukai, maka virus kebencian senantiasa menyertai, bahkan seringkali tak ada celah untuk melihat sisi kebaikan lainnya melalui pandangan cinta.
Ibarat lalu-lintas kendaraan di jalan raya, virus kebencian seperti penghalang di tengah jalan yang kemudian membuat seluruh laju kendaraan terhenti, macet disana-sini! Mereka yang menebar virus kebencian, tentu saja menghambat laju jalan kedamaian yang sejauh ini justru sangat diharapkan. Diakui maupun tidak, soal politik ternyata penyumbang paling besar dalam hal tumbuh suburnya kebencian di tengah masyarakat.
Kita tentu masih ingat, betapa kasus-kasus ujaran kebencian berada pada level yang sangat mengkhawatirkan dibanding kasus-kasus kriminal lainnya. Virus kebencian menjalar cepat, mengikuti setiap sel darah dan bahkan meracuni otak kita sendiri dan itulah fenomena yang seringkali kita saksikan sehari-hari.
Jika politik menjadi penyumbang virus kebencian nomor satu, maka peringkat keduanya adalah kebencian terhadap salah satu agama. Entah, kenapa ada orang yang begitu membenci agama, lalu agama diolok-olok padahal dirinya sendiri mengaku beragama. Apa yang salah dari agama? Kenapa harus agama yang dibenci dan menjadi bahan olok-olok?
Ajaran agama sejatinya mengajarkan kasih sayang, kedamaian, mengajak kepada kebaikan dan mencegah tindakan buruk, lalu dimananya yang salah? Itulah persepsi pribadi yang terjangkiti virus kebencian, yang seringkali hitam-putih dalam memandang banyak hal. Virus kebencian ternyata sanggup menutup kejernihan akal, membuntukan rasa, bahkan menutup segenap aliran darah menuju muara kasih sayang.
Saya tak habis pikir, kenapa harus agama yang menjadi sasaran kebencian? Padahal tak ada satupun agama yang mengajarkan kebencian, kecuali kasih sayang. Munculnya video di salah satu akun populer media sosial yang memasak daging babi dan kurma, sepertinya memang sedang mengumbar kebencian kepada agama.
Lalu, cukupkah dengan meminta maaf? Lalu selesai semua urusan? Ya, saking mudahnya menjadi pembenci karena virus kebencian telah menutup akal sehatnya, lalu secara sadar meminta maaf karena khilaf. Kekhilafan memang erat dengan kondisi dimana hati yang tertutupi rasa kebencian, sehingga tak ada sama sekali rasa cinta untuk mendamaikan dan menyalurkan rasa kasih sayang.