Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

NU dan Magnet Politik Pilpres

Diperbarui: 10 Oktober 2018   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (KOMPAS/JITET)

Lama kiranya ormas Islam terbesar di Indonesia ini tak meramaikan panggung politik. Sejak era reformasi bergulir, hampir tak pernah secara gamblang NU mengidentifikasikan dirinya dalam mendukung salah satu kandidat, pun ketika salah satu tokohnya KH Hasyim Muzadi pernah terjun langsung dalam ajang kontestasi politik. 

NU selalu terkesan netral, karena sejatinya ormas Islam ini "bebas" dari keterlibatan langsung dengan struktur kekuasaan, sekaligus "membebaskan" siapapun yang berafiliasi NU untuk mendukung atau tidak, siapapun kandidat yang terjun dalam suatu ajang kontestasi. 

Namun demikian, keberadaan KH Ma'ruf Amin sebagai tokoh sentral di NU yang saat ini menjadi kandidat cawapres, kembali menggeliatkan NU dalam jagat politik praktis.

Geliat politik NU sebenarnya sudah sangat dirasakan, ketika Presiden Jokowi terus menabur benih politik kekuasaan terhadap ormas berlambang bintang sembilan ini, termasuk kepada berbagai organisasi afiliasinya. 

Kedekatan yang begitu mesra dengan kalangan NU dan dukungan NU terhadap pemerintahan---ditengah arus situasi politik yang kurang ramah---justru harus "dibalas" oleh Jokowi, paling tidak dengan berbagai "previlege" kekuasaan. Kesepakatan parpol pendukung Jokowi memberikan slot kekuasaan pada NU diwujudkan dengan memilih Ma'ruf Amin sebagai pendamping dirinya dalam ajang Pilpres mendatang.

NU sepertinya terus bergeliat bahkan mungkin sudah bangun menyongsong era baru politik di tahun 2019 nanti. Buktinya, seluruh calon kandidat di Pilpres 2019 sama-sama mengklaim mendapatkan dukungan politik dari NU. 

Masing-masing kandidat tampak lebih rajin "memoles" diri mereka agar terkesan lebih dekat dengan NU dan NU diharapkan memberikan restu kepada mereka. Tak tanggung-tanggung, pernyataan pengurus PBNU Robikin Emhas agar NU bertanggungjawab secara moral mendukung Ma'ruf dalam Pilpres mendatang menciptakan magnet baru dalam kepolitikan NU. 

Kenyataan bahwa NU menunjukkan netralitasnya dalam hal kekuasaan, mungkin tak berlaku lagi saat ini, terlebih sang mantan Rais Aam yang saat ini gencar bersafari politik.

Dukungan para kiai dan pesantren menjadi konsentrasi utama bagi cawapres Ma'ruf Amin dan hal itu juga menjadi perhatian utama dalam hal mendulang suara. Dalam safari politiknya ke Jawa Timur (07/10/18), Ma'ruf melangsungkan pertemuan tertutup dengan para kiai "khos" disana, membahas berbagai hal, dari soal pendidikan, kewirausahaan, termasuk Pilpres mendatang. 

Para kiai yang diundang juga bukan tokoh sembarangan, mereka paling tidak mewakili segmentasi terbesar dari masyarakat pesantren di Jawa Timur. NU lahir dan besar di Jawa Timur, itulah sebabnya wilayah ini menjadi semacam kantong-kantong suara yang paling menjanjikan dalam suatu ajang kontestasi politik, terlebih dalam kontestasi seperti Pilpres.    

Hampir dipastikan, banyak keluarga besar NU---baik yang secara formal di internal pesantren, simpatisan, atau afiliasinya---yang memang secara moral "wajib" memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline