Konsentrasi masyarakat pada proses Pilkada di seluruh wilayah Indonesia, umumnya didukung oleh berbagai opini yang menempatkan parpol sebagai penentu dalam soal kemenangan para calon kandidatnya. Parpol-parpol besar seperti PDIP, Golkar, atau Gerindra nampak seperti paling meyakini bahwa mesin politik mereka yang canggih mampu memperoleh banyak kemenangan di berbagai ajang Pilkada daerah.
Prediksi soal parpol besar yang mudah meraup kemenangan tentu saja terbantahkan, karena faktor parpol hanyalah sekunder dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat.
Faktor utamanya, tentu saja pilihan politik masyarakat yang tampak lebih cerdas dalam memilih, tidak sekadar ikut-ikutan hajatan besar politik, tetapi mampu menunjukkan kegigihan mereka mewujudkan pemimpin yang baik bagi mereka untuk 5 tahun ke depan.
Suksesnya Pilkada serentak 2018 di 12 provinsi, 78 kabupaten, dan 29 kota tampak sebelumnya menjadi klaim kemenangan parpol-parpol besar yang mengusung sekian banyak kandidatnya. Namun, serasa banyak sekali kejutan di pilada kali ini, terutama yang dikonsentrasikan di wilayah Jawa.
Klaim kemenangan parpol besar, seperti PDIP dan Gerindra gaungnya sudah beberapa bulan sebelum kontestasi digelar.
Menariknya, Pilkada kali ini erat sekali kaitannya dengan peta politik menjelang Pilpres, karena kemenangan atas parpol besar di setiap wilayah adalah batu pijakan membuka kemenangan para kandidat mereka di Pilpres mendatang.
Meskipun masih ada sekitar 52 daerah yang baru akan menggelar Pilkada tahun depan, namun euforia Pilkada 2018 dengan suasana Pilpres sudah sangat kuat dirasakan.
Bukan apa-apa, pilkada Jawa Barat yang sempat dihebohkan oleh adanya gaung #2019GantiPresiden yang diungkap secara terbuka dalam acara debat kandidat, seperti memperkuat sinyal bahwa Pilkada 2018 memang ajang batu loncatan untuk mengukur kekuatan parpol dalam memenangkan Pilpres.
Pasangan Sudrajat-Syaikhu yang diusung Gerindra-PKS terus mempropagandakan soal Pilpres ini, meskipun kenyataannya kalah di ajang kontestasi versi hitung cepat.
Sesumbar parpol besar ternyata tidak linier dengan ekspektasi rakyat soal figur pemimpin, walaupun di sisi lain, gaung ganti presiden sukses membangun kekuatan opini publik.
Sulit untuk tak dikatakan, bahwa Jawa merupakan incaran strategis para parpol besar untuk dapat memenangkan kandidatnya di ajang kontestasi politik. Konsentrasi parpol-parpol besar nampak lebih besar dicurahkan untuk kemenangan wilayah Jawa, terutama tingkat provinsinya. Rasionalisasi Jawa sebagai tolok ukur bagi ajang Pilpres mendatang disebabkan hampir 50 persen jumlah total suara hak pilih nasional ada di Jawa, dan sisanya dibagi untuk wilayah luar Jawa.