Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Tolak Gabung Koalisi Keumatan, Demokrat Berpeluang Bentuk Poros Sendiri

Diperbarui: 9 Juni 2018   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rizieq bertemu Prabowo dan Amien Rais| Sumber: Istimewa via Tribunnews

Belum lama ini, wacana koalisi keumatan yang digagas oleh tiga serangkai Prabowo-Amien-Rizieq yang kemungkinan mewujud dalam parpol koalisi antara Gerindra, PAN, PKS, dan PBB belum sepenuhnya resmi dideklarasikan. 

Isu mengenai koalisi yang dibentuk di Makkah ini memang cukup menggelitik, dimana kekuatan resmi parpol yang logika politiknya dibangun berdasarkan asumsi-asumsi politik kerja sama kepartaian, justru seperti keluar dari mekanisme itu. 

Rasionalisasi politik nampaknya dilabrak, melihat adanya unsur kekuatan politik eksternal parpol yang seakan mengkooptasi gerakan politik mereka. Keberadaan Rizieq sebagai bagian dari eksternal parpol tetapi mempunyai pengaruh kuat bagi parpol koalisi, masih membuat rentan koalisi keumatan ini.

Hal ini pula yang kemudian membuat Partai Demokrat ragu untuk bergabung dalam barisan koalisi keumatan. Sebagai parpol yang rasional, Demokrat pasti menolak jika pada kenyataannya, mekanisme parpol seperti didikte "orang luar" yang tidak mewakili unsur parpol manapun. 

Apalagi Demokrat sejauh ini sudah mempopulerkan AHY agar memiliki kesempatan lebih luas untuk diterima publik sebagai calon presiden. Jikapun tidak, AHY paling tidak dilirik parpol lain dan dipinang menjadi cawapres yang diusulkan pihak koalisi. 

Posisi dilematis Demokrat memang masuk akal, jika melihat pada persentase suara kursi parlemen yang tak cukup mencalonkan capres sendiri dan tak disebut Rizieq dalam barisan koalisi keumatan. Kesempatan mengusung calon sendiri sepertinya tak mungkin, pun dilirik parpol koalisi lainnya, kecuali Demokrat dapat membentuk poros baru.

Keengganan Demokrat bergabung dengan koalisi keumatan, bukan tak memiliki peluang lain untuk membentuk poros tersendiri. Saat ini, masih ada satu parpol yang masih belum jelas ikut koalisi manapun, yaitu PKB. 

Parpol pimpinan Muhaimin Iskandar ini seringkali bermanuver nyeleneh, seperti mendeklarasikan sang ketua umumnya menjadi cawapres bagi capres Jokowi. Gagasan Demokrat membuat poros baru yang disebutnya poros kerakyatan atau koalisi nusantara, mungkin saja menarik bagi PKB, karena selain istilah "nusantara" yang lekat dengan PKB-NU, kedua parpol ini masih ambigu untuk berada di pihak mana dalam kontestasi politik nanti.

Saya agak menyangsikan bahwa koalisi keumatan akan secara formal terbentuk dengan memanfaatkan kekuatan oposisi diluar lingkaran resmi politik parlemen. Walaupun Rizieq Syihab merupakan ikon perjuangan kekuatan oposan yang tak bisa diremehkan, namun keberadaannya sebagai figur non-partai dengan memiliki kebijakan dalam menentukan arah koalisi parpol, pasti akan bermasalah. 

Parpol tentu saja diikat oleh aturan perundang-undangan yang sah, sehingga suatu koalisi parpol tak mungkin keluar dari koridor aturan tersebut. Lain halnya dengan Rizieq, bisa saja melabrak tata aturan parpol sehingga akan mengganggu mekanisme kepartaian itu sendiri.

Gerindra dan PKS sepertinya sengaja "memanfaatkan" sisi kharismatik Rizieq sebagai pemimpin umat muslim yang cukup disegani. Kedua parpol ini sedang mencari dukungan dari banyak pihak, sehingga figur seperti Rizieq memang sangat diperlukan untuk mengantisipasi kekurangan suara disaat ajang kontestasi politik berlangsung. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline