Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Tuhan pun Mengutuk Aksi Terorisme

Diperbarui: 14 Mei 2018   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

asc.fisipol.ugm.ac.id

Siapapun yang waras pikirannya pasti akan mengutuk aksi kekerasan apapun yang menyakiti, apalagi melukai bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Aksi terorisme yang dilakukan sekelompok orang---terorganisir ataupun spontan---dengan menyakiti dirinya sendiri sehingga melukai dan membunuh orang lain, rasanya perlu diteliti lebih jauh. 

Bukan karena terorisme ini mengangkangi aparat karena tak terdeteksi ruang-ruang geraknya, tetapi diakui maupun tidak, aksi penyanderaan dan pembunuhan yang terjadi sebelumnya di Mako Brimob, bisa jadi bagian dari "panggilan jihad" bagi mereka yang telah lama haus darah. Istilah "panggilan jihad" sengaja saya beri tanda petik, karena ekspektasi jihad yang diserukan teroris seluruhnya berkonotasi negatif, karena bersifat merusak, menghancurkan, membunuh, sesuai nafsu amarah yang melatarbelakanginya.

Tak ada agama manapun yang mentolerir aksi terorisme, karena semua agama mengajarkan kebaikan, perdamaian, persatuan solidaritas sosial, serta prinsip-prinsip kemanusiaan yang jauh dari kecenderungan terhadap aksi kekerasan. 

Sehingga dipastikan, aksi terorisme dalam bentuk apapun, dipastikan tak didasari oleh nilai-nilai agama, kecuali nafsu amarah yang cenderung membawa kepada keburukan dan kehancuran. 

Orang yang memahami agamanya dengan baik dan benar, tentu dengan sadar mampu mengontrol hawa nafsunya untuk menolak segala keburukan maupun kejahatan. Saya kira, tak ada kaitannya aksi teroris dengan agama manapun, walaupun kesan yang dimunculkan diantara pelaku teror, selalu memakai simbol-simbol agama tertentu.

Walaupun kenyataannya, sulit sekali memisahkan cara pandang keagamaan tertentu dengan aksi kekerasan atau terorisme, namun paling tidak kita dapat menilai ketika aksi-aksi kekerasan kemanusiaan yang mengatasnamakan agama apapun, jelas sebuah penyimpangan dari agama itu sendiri. Sejarah penyimpangan dalam hal agama, sudah sangat klasik dan muncul dalam berbagai periode sejarah kemanusiaan masa lalu. 

Ada sebagian kelompok yang terlampau ekstrim, misalnya memandang keseluruhan manusia secara "hitam-putih": kelompok yang benar (haqq) bersifat ilahiyah (ketuhanan) dan disisi lainnya bersifat batil, sesat, dan thaghut (penyembah berhala). Itulah kenapa, penyimpangan-pun pada akhirnya merambah ketika mereka mempersepsikan makna jihad hanya dalam "satu pintu", sehingga tak ada pintu lainnya bagi mereka.

Para pelaku teror sepertinya hanya mengedepankan hawa nafsu atau lebih tepatnya nafsu la ammarah bi al-suu' (dorongan untuk mengajak kepada kejahatan atau keburukan) yang sama sekali lepas dari prinsip-prinsip moral. 

Jika memakai istilah Freud, kejiwaan para teroris ini masuk dalam kategori id, dimana yang dikejar hanyalah sebatas kenikmatan hidup (pleasure principle) yang condong hanya mengenal kesenangan dan kepuasan psikis dan fisik. 

Bukankah para pelaku teror sebelumnya telah dicuci otaknya dengan kesenangan semu surgawi? Gambaran para bidadari atau semua kenikmatan hidup setelah mati yang dijanjikan kepada mereka? Jiwa mereka kosong melompong, sehingga mudah sekali diisi hal apapun, termasuk kenikmatan semu yang dijanjikan.

Saya kira, tidak hanya manusia yang berakal sehat yang mengutuk segala macam aksi terorisme, karena Tuhan-pun sesungguhnya "mengutuk" apapun yang dilakukan atas dasar dorongan nafsu belaka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline