Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Cerpen | Sudirja Nyalon Lagi

Diperbarui: 7 April 2018   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu entah kenapa Sudirja sulit memejamkan mata, padahal lelah badan sudah sangat terasa. Ingatannya selalu terbayang akan lawan-lawan politiknya yang sudah terang-terangan hendak mengganjal pencalonannya kembali menjadi kepala desa. Dari mulai selebaran yang membongkar kelemahan dan kesalahannya, bahkan ada juga yang mengorek persoalan pribadi dan keluarganya, belum lagi soal kotoran sapi yang tiba-tiba berserakan di halaman rumah. 

Yang paling menyedihkan, dirinya dituduh antek-antek komunis dan kabar itu sudah santer terdengar di kalangan warga Kampung Klangenan. "Kang, kubu sebelah bahkan sudah mulai bergerak, terus berupaya menghalangi sampeyan nyalon kuwu lagi", kata-kata Darto terus mengiang di telinga Sudirja.

Beberapa bulan terakhir menjelang pilihan kuwu di kampung itu, memang terasa tak seperti biasanya. Maklum, biasanya soal urusan politik terutama jelang pemilihan seperti ini, ada saja kondisi pro dan kontra. Sudirja, adalah kuwu incumbent yang masih mau mencalonkan kembali, mengingat desakan dari sebagian warga yang masih mengharapkan dirinya kembali memimpin. "Saya dukung sampeyan, Kang, sampai darah titik penghabisan!", celoteh Karman yang sudah 5 tahun mendampinginya sebagai sekretaris desa. Tak beda dengan Musa yang juga meyakinkan Sudirja

 "Saya sudah kerahkan anak-anak muda, membuat berita baik soal sampeyan yang diatur melalui pertemuan berkala antara aparatur desa dan warga. Sampeyan gak perlu resah dan khawatir". Musa merupakan calo tanah yang selalu nongkrong di kantor desa dan mendapatkan banyak fasilitas kemudahan, karena setiap ada penjualan tanah, dirinya selalu memberikan persenan kepada aparat yang ada disana.

"Tapi ini sudah fitnah. Masa saya dibilang komunis? Apalagi soal teror kotoran sapi yang dibuang depan halaman rumah saya. Itu apa urusannya? Ini harus dilaporkan aparat, bila perlu ditindak tegas. Tak gebuk kalau saya tahu siapa dalangnya!", ucap Sudirja dengan nada kesal di malam setelah teror itu terjadi. "Saya sudah lapor komandan Giman, katanya kalau soal urusan politik tidak gampang, hmmm..." Karman terdiam tak melanjutkan, berharap Sudirja memahami. "Saya paham, itu gampang diatur. Yang penting soal ini bisa selesai. Kalau saya dicitrakan buruk terus, nanti gimana warga mau milih saya?", jawab Sudirja memahami maksud Karman.

Entah kenapa, belakangan ini sampai soal pemilihan kepala desa, selalu saja ada upaya kampanye hitam, padahal, dulu yang menjadi kepala desa adalah tokoh sekitar yang memiliki kecakapan memimpin dan dipercaya oleh banyak warga. Ikatan keparcayaan atau "mutual trust" bahasa keren-nya, terbangun sedemikian baik, antara para tokoh dan warga. Kampung Klangenan selalu akur satu sama lainnya, karena terbentuknya saling percaya antarwarganya.

 Siapapun yang nyalon jadi kuwu, bukan akibat pengaruh buruk opini warga, tapi lebih berdasarkan nuansa kompetitif layaknya pertandingan persahabatan badminton antar kampung. Politik jaman now lebih banyak didorong pembentukan opini negatif untuk menggagalkan siapapun yang tak dikehendaki nyalon lagi.

Kalau tak ada desakan dari sebagian warga kampung, Sudirja rasanya ingin saja berhenti dan menjalani kehidupannya sebagai warga biasa seperti 5 tahun sebelumnya. Dirinya bisa setiap hari bercengkrama dengan keluarga, ngopi bareng warga di Warung Mbak Sartini sambil maen catur, atau ikut perlombaan badminton yang saban tahun digelar. 

"Kalau melihat situasi seperti ini, saya harus nyalon lagi. Saya gak rela kalau diisukan jelek terus. Gini-gini juga saya berhasil membangun infrastruktur kampung yang manfaatnya sudah dirasakan warga", Sudirja membuka obrolan dengan beberapa orang dekatnya sebelum dirinya tidur malam itu.

"Saya akan kerahkan seluruh potensi yang ada untuk menggolkan sampeyan jadi kuwu lagi, Kang", Karman selalu meyakinkan dan menjadi orang terdekat Sudirja yang selalu dimintai pendapatnya. Karman-lah sejauh ini yang selalu membangun image positif tentang Sudirja yang dalam beberapa kesempatan selalu disampaikan kepada warga. Bahkan, terkadang Karman dengan ide cerdasnya, melakukan serangkaian pembangunan citra positif lewat jalur bagi-bagi sembako atau menggelar bazar murah kepada warga. 

Karman juga yang mengatur agar Sudirja lebih giat mendekati para tokoh masyarakat, pemuka agama atau kiai, sehingga kesan dirinya yang diisukan komunis, lambat laun dapat terisolasi. Dalam beberapa kesempatan, Sudirja juga kadang menyentil soal isu komunis ini dan menyampaikan kisah jenakanya dalam kegiatan pertemuan dengan warga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline