Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Koalisi Habib Rizieq dan Pembacaan Arah Koalisi Parpol di Pilpres 2019

Diperbarui: 23 Maret 2018   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: nasional.kompas.com

Isu soal "poros baru" yang kemungkinan berlaga mendukung capres alternatif di luar Jokowi dan Prabowo mungkin saja bisa terwujud. Saya kira, belum jelasnya arah dukungan PKB, Demokrat dan PAN kepada dua calon kandidat yang telah ada, tak menutup kemungkinan akan berkoalisi untuk mengusung calon tersendiri, meskipun sangat kecil. Lalu muncul lagi istilah baru, koalisi "Habib Rizieq" yang mulai terdengar, setelah Wasekjen Gerindra, Andre Rosiade bertemu Habib Rizieq di Mekah beberapa waktu yang lalu. Rizieq menyampaikan pesan, agar keempat parpol, Gerindra, PKS, PAN, dan PBB berkoalisi untuk mendukung Prabowo dalam ajang pilpres mendatang.

Rizieq hanya menyebut 4 parpol yang tampaknya paling realistis untuk berkoalisi, karena kedekatan unsur ideologi politik diantara mereka. Walaupun Gerindra, bukanlah parpol Islam, namun sudah sejak lama tampak memiliki "kedekatan politik" dengan beberapa parpol Islam. Sejauh ini, presidential treshold (PT) yang disepakati 20 persen jumlah kursi DPR, memang masih harus dijalankan melalui skema koalisi, sehingga walaupun Gerindra dan PKS nampak sudah bersuara bulat memberikan dukungan kepada Prabowo, masih tetap belum cukup persyaratan mengajukan capres sendiri. Itulah sebabnya, Prabowo belum mau secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai capres, sebelum kuota PT terpenuhi dari hasil kesepakatan koalisi parpol.

Gerindra tampaknya paling getol berkomunikasi dengan beragam kekuatan politik, karena kepentingan utamanya adalah bagaimana pencalonan Prabowo dapat lebih realistis melenggang menuju istana nantinya. Tidak saja pendekatan politik formal dengan beberapa parpol, namun kekuatan-kekuatan non parpol coba dijajaki oleh parpol berlambang garuda merah ini. Saya kira, kunjungan Wasekjen Gerindra untuk bertemu dengan Habib Rizieq adalah salah satu upaya mencari dukungan politik dari kelompok diluar parpol yang ada. Ketokohan Habib Rizieq walaupun dinilai "kontroversial", tak dapat diremehkan begitu saja, karena suara para pendukungnya yang cukup loyal, dapat dimanfaatkan untuk menopang tingkat elektabilitas Prabowo Subianto.

Uniknya, Kota Mekah saat ini sering dijadikan ajang pemetaan konfigurasi politik tanah air, terutama jelang pilpres 2019 mendatang. Hal ini dilakukan, sejak Habib Rizieq nyaman menetap disana. Tempat tinggal dirinya yang dulu dirasa sempit, kini justru "diperluas" dan mampu menampung rombongan dalam 4 bus sekaligus. Hal ini diungkapan Gatot Saptono atau yang dikenal dengan Al-Khaththath saat deklarasi Kaukus Pembela Rizieq Syihab di Menteng, sebagaimana dilansir laman tempo.co. Akankah koalisi "Habib Rizieq" sukses mengalahkan Jokowi? Saya kira, politik adalah "seni kemungkinan" sehingga apapun ketika dijalankan secara matang dan realistis, selalu ada saja  peluang untuk menang di setiap ajang kontestasi politik manapun.

Melihat pada komposisi parpol koalisi, nampaknya baru PPP sebagai parpol berbasis massa muslim yang secara resmi berada di barisan koalisi parpol pendukung Jokowi. Parpol Islam lainnya, seperti PAN dan PKB belum menentukan sikap politiknya secara pasti. Walaupun PKB sudah mendeklarasikan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar sebagai "cawapres alternatif", namun bukan berarti bahwa itu sikap "merajuk" agar Jokowi berbesar hati mau menggandeng Cak Imin sebagai pendampingnya. Jika politik aliran masih berlaku, PAN nampaknya lebih cocok berkoalisi dengan  barisan parpol pendukung Prabowo dibanding harus berubah haluan bergabung dalam koalisi parpol pendukung Jokowi. Bukankah suara kritis dari salah satu pendiri parpol berlambang matahari ini, terkesan sangat  "kontra" terhadap Jokowi dalam kasus pembagian sertifikat tanah gratis?

Saya kira, tampak semakin jelas, konfigurasi "Islam politik" yang secara formal diusung oleh beberapa parpol berbasis massa muslim---termasuk PKS, PAN, dan Gerindra---dalam hal kecocokan satu sama lain untuk membentuk koalisi partai Islam, dengan atau tanpa pernyataan dari Habib Rizieq sekalipun. Himbauan Rizieq agar beberapa parpol yang dimaksud, berkoalisi dalam pilpres mendatang, tak lain hanyalah bagian dari dukungannya memperkokoh pencalonan Prabowo untuk maju di Pilpres 2019 nanti. Saya kira, ini juga merupakan cara Gerindra mendapatkan dukungan resmi dari kelompok Islam diluar koalisi parpol yang ada, agar Prabowo segera mendeklarasikan dirinya sebagai capres dalam waktu dekat ini.

Jika koalisi yang diamini Habib Rizieq ini terwujud, maka pilpres 2019 tentu akan semakin semarak. Tidak hanya diramaikan oleh dua kandidat capres, tetapi akan muncul kandidat baru diluar koalisi parpol yang telah terbangun. Poros baru mungkin saja diinisiasi oleh Demokrat dan PKB---dengan mencari dukungan parpol lain untuk memenuhi kuota PT 20 persen, karena kedua parpol ini nampaknya tak memiliki kedekatan ideologi politik dengan parpol Islam yang ada. Itulah sebabnya, Habib Rizieq-pun tak mengajak dua parpol ini untuk berkoalisi karena memang tak memiliki "kedekatan ideologis". Saya kira ini akan menjadi ajang kontestasi paling kompetitif dan demokratis, setelah sekian banyak pengamat khawatir jika Jokowi hanya sebagai capres terkuat yang akhirnya akan melawan "kotak kosong" saat pemungutan suara berlangsung nanti.

Paling tidak, peta politik jelang pilpres kali ini, akan bermuara pada tiga besar kekuatan politik yang saling bersaing: Islam, nasionalis, dan gabungan antara keduanya. Yang disebutkan pertama, saya kira, adalah cermin kekuatan yang secara formal mengedepankan unsur agama dalam seluruh konfigurasi politik termasuk penguatan atas simbol-simbol Islam didalamnya. Bagian kedua, tampak barisan kelompok nasionalis murni yang sama sekali lepas dari simbolisasi politik keagamaan dan keyakinan apapun, hanya ideologi nasionalisme yang tampak dikedepankan. Yang terakhir kelihatannya masih ingin memiliki warna religius meskipun tidak secara formal, namun tetap memiliki akar yang kuat dalam hal nasionalisme-kebangsaan. Saya kira, pembaca dapat menyimpulkan, siapa kalangan parpol yang mewujud dalam pemetaan politik jelang pilpres kali ini.

Itulah kenapa pada akhirnya, kemungkinan akan muncul tiga kandidat capres sebagai representasi dari kekuatan politik masing-masing yang sampai saat ini masih terus melakukan penjajakan. Justru dengan munculnya capres alternatif, diluar Jokowi dan Prabowo, akan lebih menyemarakkan warna-warni pilihan masyarakat yang sejauh ini cenderung mengeluh "itu-itu saja" calonnnya. Saya kira, beberapa wajah baru mulai meramaikan bursa capres, seperti mantan panglima TNI, Gatot Nurmantyo dan Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi, yang mungkin saja dilirik oleh parpol koalisi yang belum menentukan sikap politiknya. Koalisi "Habib Rizieq" pada akhirnya hanya pernyataan sikap atas dukungannya kepada Prabowo, capres yang sejauh ini diusung oleh koalisi Gerindra-PKS dan representasi atas kekuatan "Islam politik" yang tampak menguat belakangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline