Belakangan ini semakin marak soal "kesakralan" agama yang tiba-tiba berubah menjadi candaan beberapa orang di muka publik.
Agama yang semestinya sangat individualistik dan sakral, kerap kali menjadi "ruang akrobatik" sebagian orang, hilang kesuciannya akibat tercerabut "kesakralannya" karena agama hadir dalam sebuah realitas sosial.
Bahkan sulit untuk menarik batas antara hiburan dan agama, karena keduanya melebur ketika bersentuhan dan mewujud dalam ruang-ruang publik. Tidak hanya dalam ruang publik bersifat kajian keagamaan, dalam acara-acara santai, bahkan humor atau komedi, agama kerap kali menjadi objek kritikan, sindiran, bahkan seringkali dikemas menjadi entitas dagelan yang sukses menjadi bahan tertawaan banyak orang.
Saya jadi teringat sebuah film produksi Bollywood yang berjudul, "PK" dibintangi Aamir Khan dan Anushka Sharma. Film ini menggambarkan, betapa seluruh agama dikritik, bahkan dijadikan bahan lelucon yang relatif cukup menghibur, sekaligus dapat menggugah secara lebih jauh, bagaimana seharusnya sikap keberagamaan tidak sekadar dipandang menjadi bagian dari aspek ritualisasi saja, tetapi bagaimana seharusnya mampu menyerap nilai-nilai substantif di dalamnya.
Film "PK" ini merupakan kritik tajam terhadap intoleransi kehidupan beragama yang telah memecah belah persahabatan manusia, bahkan telah menimbulkan konflik berdarah-darah di berbagai belahan dunia.
Jika anda menonton film ini, dipastikan hampir tak merasakan adanya "pelecehan" dalam agama, kecuali menyadarkan, betapa agama ketika telah memasuki ruang publik, justru hilang kesakralannya, yang ada hanya klaim demi klaim atas "kebenaran" kelompok-kelompok tertentu.
Inilah barangkali yang kemudian, membuat Joshua Suherman dilaporkan atas dugaan "pelecehan" terhadap agama Islam. Maksudnya hendak mengkritik cara keberagamaan suatu kelompok yang nyata-nyata seringkali bersikap intoleransi, karena menganggap bahwa kelompok merekalah yang merasa paling benar, justru dianggap melecehkan karena agama dijadikan lelucon dan bahan tertawaan orang banyak.
Bukan suatu kebetulan, bahwa belakangan ini, simbolisasi atas keagamaan tertentu tampak menguat di ranah publik, entah itu berupa bendera, busana, atau bahkan menonjolkan pribadi-pribadi yang lalu dianggap "suci", bahkan seakan memproklamirkan dirinya sebagai "manajer Tuhan" berfungsi menjadi mandataris Tuhan di muka bumi.
Walaupun harus diakui, ungkapan yang tampak "nyinyir" soal agama Islam yang lugas dinyatakan Joshua, sedikit banyak telah menyinggung sebagian kelompok umat Islam yang kemudian membawa kasus ini ke ranah hukum.
Berbicara soal agama---terlebih di Indonesia, dalam tahap-tahap tertentu bisa saja dipersalahkan, terlebih ketika kemudian agama dibawa-bawa dalam suasana humor atau dagelan. Sudah berapa banyak publik figur, selebritis, pelawak atau siapapun yang kemudian dilaporkan atas dugaan pelecehan agama, bahkan bisa jadi sudah ada juga yang dipenjara.
Hal ini dikarenakan, memang sulit menilai, sejauh manakah persepsi orang tentang pelecehan agama? Toh, dalam kajian-kajian publik soal keberagamaan, seringkali agama dikemas sedemikian rupa, lalu menjadi bahan tertawaan orang banyak.