Kasus yang menimpa First Travel terasa begitu menyakitkan, terutama bagi mereka yang telah tertipu secara materi oleh perusahaan agen perjalanan ibadah Umroh ini. Tidak hanya itu, kita bahkan merasakan sakitnya juga, ketika hampir setiap hari media mengekspose segala kemewahan yang dipertontonkan suami-istri Andika dan Anniesa, bos pemilik perusahaan tersebut. Gambaran kemewahan hidup yang penuh glamour bos First Travel ditengah ribuan orang yang terlantar dan tersakiti seakan membuat kita bertanya-tanya, waraskah mereka? Atau mereka sakit? Orang waras tentunya akan berpikir ulang ketika akan melakukan kejahatan, karena jelas setiap perbuatan jahat pasti mengandung resiko yang tidak saja untuk dirinya, tetapi juga keluarga dan orang lain.
Gaya hidup jet set yang ditunjukkan kedua pasangan suami-istri ini bukannya tanpa sadar, tapi jelas mereka tahu akan segala resiko yang ditanggungnya, termasuk dipermalukan dan dipenjara karena menggunakan uang jamaah Umroh demi kesenangan dan kepentingan pribadi. Tetapi, penyakit yang mereka derita yang menguasai seluruh tubuh mereka tampaknya sulit dikuasai, mengendemi seluruh sistem syaraf kewarasan dan akal sehat mereka. Mereka jelas sakit, walaupun kondisi terluar dari tubuhnya tampak senang, gembira dan tampak tak kurang suatu apapun. Mereka sehat tetapi tidak "wal afiat", karena prinsip "sehat wal 'afiat" jelas menunjukkan tidak sekadar kesehatan yang diukur secara fisik, tetapi juga psikis dengan kewarasan sistem berpikir.
Sejauh ini, mungkin kita seringkali menyaksikan, banyak orang yang secara fisik sehat, segar, dan kuat, tapi justru sakit secara mental maupun psikisnya. Mental atau psikis yang terganggu, jelas menandakan dia sakit, entah itu mencaci maki, memfitnah, mengambil hak, atau apapun yang berupa kejahatan yang merugikan orang lain. Gambaran fisik bukanlah segalanya dan bukan yang utama, inilah yang seringkali banyak orang keliru menilainya. Bayangkan, disaat kita disodorkan kemewahan hidup suami-istri bos First Travel, tapi disaat yang sama mereka melakukan penipuan, menyakiti dan merugikan banyak orang, bukankah tak sesuai antara gambaran fisik dan psikisnya? Saya kira, banyak sekali orang yang secara fisik sehat, tapi justru sakit secara mentalnya.
Kita tentu juga berpikir, kok bisa seorang pejabat negara yang sudah mendapatkan banyak gelar kehormatan bahkan penghargaan sebagai sosok disegani dalam memberantas pungli, tetapi malah korupsi? Dirjen Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono adalah sosok bersahaja, penuh dedikasi meniti karir di Kementrian Perhubungan hingga mencapai puncak kekuasaannya, tetapi dicokok KPK karena terbukti menerima suap miliaran rupiah dari berbagai proyek yang dikendalikannya. Jika sudah mendapatkan gelar kehormatan dan dicitrakan baik, lalu dia sadar bahwa penyelewengan kekuasaan yang dilakukannya jelas beresiko bagi dirinya, keluarganya dan juga lembaga yang dia pimpin, bukankah dia sakit jika melakukan korupsi?
Korupsi jelas merugikan banyak orang bahkan menyakiti sekian banyak orang, terlebih ditengah kehidupan mewah yang melekat tetapi berasal dari perbuatan jahat. Para koruptor jelas mengidap penyakit, yang mungkin tak pernah ada obatnya di pasaran. Persoalan penyakitnya apa, memang kita tidak pernah tahu, karena penyakit model koruptor ini tak pernah dapat dibuktikan secara medis. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara tegas menyebutkan, bahwa penyakit salah satunya berarti "kebiasaan yang buruk; sesuatu yang mendatangkan keburukan". Saya kira, mungkin penyakit seperti ini yang dimaksud, penyakit yang mendatangkan keburukan, berasal dari dalam dirinya sendiri dan merugikan orang lain.
Kitab suci Al-Quran telah merekam secara baik, bagaimana sebenarnya kondisi manusia dalam kategori sakit ini. Mereka dinyatakan sebagai orang-orang yang tidak mau mendengar dan memahami, persis seperti binatang ternak. "Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)" (QS. Al-Furqon: 44). Gambaran korupsi yang dilakukan Antonius dan penipuan yang dijalankan suami-istri Andika-Anniesa adalah perbuatan jahat yang dilakukan secara sadar, tahu resikonya, tetapi tetap dijalankan karena hanya ingin menikmati "mimpi yang dijadikan kenyataan". Bagi saya ini jelas penyakit, yang juga bisa jadi telah mengendemi jutaan orang yang ada di belahan dunia ini.
Banyak sekali orang yang ingin meraih mimpinya, tetapi dilakukan melalui cara-cara menipu, menyakiti, merugikan bahkan menjadikan pihak lain sebagi korban. Hanya orang yang memiliki kewarasan berpikir, kejernihan hati, ketulusan dan juga kejujuran yang sukses mengejar mimpinya secara lebih terhormat, tetapi itu hanya segelintir orang saja di muka bumi ini. Kebanyakan diantara manusia memang tidak mendengar dan memahami, padahal mereka tahu bahkan yakin bahwa perbuatan yang dilakukannya salah dan menyebabkan kerusakan. Jika binatang tersesat jalan, masih dianggap wajar, karena mereka tak pernah berpikir waras, lalu bagaimana dengan manusia yang lebih parah dari binatang? Saya kira masing-masing dapat memiliki jawabannya sendiri-sendiri.
Memang, tak semua orang sakit yang merugikan orang lain kemudian terendus penyakitnya, kemudian disumpahin banyak orang bahkan dipermalukan dan dihukum, seperti dua kasus diatas. Ada orang yang sakit, tetapi masih aman, belum sampai kronis, hingga akhirnya "sudah sakit tertimpa tangga pula". Namun yang pasti, penyakit yang diidap kebanyakan orang seperti yang dilakukan Antonius dan pasangan suami-istri bos First Travel memang belum semuanya terungkap, suatu saat saya kira pasti semakin bermunculan penyakit-penyakit model seperti ini. Sulit memang membangkitkan kewarasan berpikir, kecuali memang dirinya sadar bahwa ia bukan binatang ternak yang tak bisa mendengar dan memahami. Jika ia yakin sadar, dapat mendengar dan memahami, apa dan bagaimana makna kehidupan yang bijak dan baik, maka tak akan ada sakit seperti menipu dan praktik korupsi. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H