Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Perjuangan 10 November: Membela Agama atau Negara?

Diperbarui: 10 November 2016   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap tanggal 10 November seluruh anak bangsa tentunya mengetahui bahwa tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan yang memiliki sederet keterkaitan dengan perjuangan para pejuang kemerdekaan yang begitu heroik dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aksi heroik para pejuang Indonesia ini berkait erat dengan aksi agresi militer yang dilakukan oleh Belanda yang membonceng pasukan Inggris dan sekutunya dengan tujuan untuk kembali menjajah tanah air. Pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 kemudian dijadikan momentum terbesar oleh seluruh anak bangsa sebagai hari perjuangan dengan semangat “mati-matian” dalam rangka membela negara. Kita juga semestinya tidak melupakan bahwa pada bulan Oktober dikeluarkan “resolusi jihad” oleh para ulama untuk mengobarkan semangat perjuangan umat Islam untuk membela tanah air dari segala macam bentuk kolonialisme asing.

Dikeluarkannya resolusi jihad sangat berdampak luar biasa terhadap upaya pergerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Bagaimana tidak, ketika konsep resolusi jihad ini digulirkan, seluruh umat Islam dari pulau Jawa hingga Madura bergerak ke Surabaya bergabung dengan para pejuang lainnya untuk bersama-sama mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan semangat “jihad fi sabilillah” seluruh umat Islam meyakini, bahwa mati dalam membela tanah air adalah “syahid” yang konsekuensinya adalah syurga. Bagi umat Islam, membela negara dari ancaman penjajah sama halnya dengan menegakkan agama, sehingga sulit sekali keduanya dipisahkan. Agama disatu sisi merupakan entitas ajaran moral dan keyakinan yang justru mampu mendorong setiap pengikutnya untuk berjuang mempertahankan ideologi mereka, dan disisi lain, negara sebagai tatanan kedaulatan suatu bangsa sangat memiliki arti penting bagi keberlangsungan kehidupan keberagamaan mereka. Disinilah letak kesesuaiannya, bahwa mempertahankan kedaulatan negara semata-mata lebih memiliki arti penting perjuangan ketika dikaitkan dengan semangat keagamaan.

Adalah para ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang dipelopori oleh Hadratus Syekh Kyai Hasyim Asy’ari yang kemudian sepakat untuk mengobarkan semangat perjuangan kepada seluruh anak bangsa melalui  semangat keagamaan yang dikenal kemudian dengan “resolusi jihad” sebagai ultimatum kepada pemerintah agar masing-masing memiliki kesamaan misi dalam mempertahankan kedaulatan negara. Bagi NU, agresi militer yang dilakukan bangsa asing telah melanggar kedaulatan negara Indonesia, oleh karena itu jihad mempertahankan kedaulatan negara adalah “wajib” bagi setiap muslim. Semangat menegakkan agama dan mempertahankan kedaulatan negara nampaknya berjalin kelindan menjadi suatu kesatuan yang utuh yang tak bisa ditawar-tawar. Semangat keagamaan yang ditunjukkan oleh umat Islam ternyata mampu memperkuat eksistensi kedaulatan bangsa dan negara Indonesia, bahkan hingga saat ini.

Perjuangan menegakkan agama yang disebutkan secara eksplisit dalam dokumen “resolusi jihad” seakan linier dengan perjuangan mempertahankan kedaulatan negara. Agama dan negara dalam konsepsi Islam nampaknya menjadi dua entitas yang saling mengisi, memisahkan keduanya justru sama dengan mengorbankan perjuangan menegakkan agama yang akan berpengaruh terhadap bangunan kedaulatan negara itu sendiri. Sejauh ini, ketika kedaulatan negara terancam, paling tidak semangat keagamaan dapat menjadi sumber energi yang sangat kuat untuk menggerakkan setiap orang untuk terjun memperjuangkan kedaulatan bangsa dan negaranya. Berbeda ketika perjuangan tanpa dilandasi semangat keagamaan, gelora perjuangan akan tampak lebih “kosong”, “sepi nilai” dan akan melunturkan kewibawaan perjuangan itu sendiri. Dalam konteks kekinian, kita tentu bisa melihat, bagaimana gelora semangat keagamaan bisa menjadi energi yang sangat dahsyat pada saat demo 4 November yang lalu.

Kita tentu bersyukur, bahwa negara dan bangsa ini tetap utuh dalam sebuah jalinan keragaman yang begitu kokoh dan kuat adalah hasil jerih payah perjuangan para pahlawan kita yang telah lama gugur mempertahankan kedaulatan bangsa ini hingga ke tetes darah penghabisan. Semangat dan gelora perjuangan semestinya tetap menjadi bagian dari bangsa ini yang terus menerus berkomitmen mengisi kemerdekaan. Jika dahulu perjuangan lebih diarahkan kedalam bentuk fisik melalui pertempuran di medan perang, maka dalam konteks kekinian, setiap anak bangsa tentunya dapat mengisi kemerdekaan dengan menjadi “pahlawan-pahlawan” industri, pendidikan, keagamaan, atau pembangunan. Kita mungkin tidak akan lagi pernah merasakan menjadi pahlawan-pahlawan pertempuran, tetapi kita masih bisa menjadi pahlawan-pahlawan lapangan dalam beragam bidang ilmu pengetahuan dan juga teknologi.

Bagi saya, momentum hari Pahlawan Nasional serasa memberikan efek kewarasan dan keinsyafan untuk seluruh elemen bangsa ini, terutama yang harus digelorakan oleh mereka yang berusia muda. Hari Pahlawan sama dengan Hari Pemuda, karena pahlawan-pahlawan kemerdekaan dahulu adalah para pemuda bangsa yang rela berkorban demi tanah air mereka. Saya kira, pemuda-pemudalah yang sesungguhnya menyusun konsepsi kenegaraan ini, merekalah yang menyusun segenap kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan dan pada akhirnya, merekalah kemudian yang berada di garis depan memimpin bangsa Indonesia. Saya kira tidak salah, bahwa keterkaitan bulan Oktober yang diperingati sebagai sumpah pemuda dan digulirkannya resolusi jihad dan bulan November dimana terjadinya perjuangan besar-besaran melawan aksi kolonialisme asing menjadi rentetan sejarah perjuangan seluruh anak bangsa dalam mempertahankan kedaulatan negeri ini. Para pemuda negeri ini sudah seharusnya disadarkan oleh perjuangan yang begitu berat para pemuda masa lalu yang dengan darah dan air mata mempertahankan kemerdekaannya.

Belakangan memang kita sedang dalam ujian menghadapi sekian banyak tantangan dalam hal mempertahankan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Dunia politik mutakhir di tanah air nampaknya diguncang oleh beragam peristiwa yang sedikit banyak telah menjadi “riak-riak” yang dapat menggoyahkan sendi-sendi pertahanan berbangsa dan bernegara. Namun, dengan segenap kedewasaan berpikir dan semangat akan perjuangan menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dapat menjadi ikatan yang kuat dalam memupuk rasa persaudaraan, toleransi dan mempersatukan visi dan misi yang sama dalam memperjuangkan kedaulatan negeri ini. Saya kira, bangsa ini tidak pernah melupakan apa itu arti perjuangan dalam rangka mengisi kemerdekaan. Kita tentunya berharap, bahwa siapapun anak bangsa ini dapat menjadi “pahlawan-pahlawan” dalam bidang keahliannya masing-masing, demi memperkuat eksistensi bangsa ini sehingga semakin berdaulat dimata bangsa-bangsa asing.

Wallahu a’lam bisshawab   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline