Lihat ke Halaman Asli

Syahirul Alim

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Partai-partai Politik di “Pusaran” Ahok

Diperbarui: 28 Maret 2016   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kontestasi Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar 2017 akan mendatangkan banyak spekulasi politik, salah satunya adalah bahwa keberadaan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai kontestan petahana yang akan maju melalui jalur independen semakin populer dan mulai dilirik oleh partai-partai politik. Kepiawaian Ahok dalam mengelola komunikasi politik di tingkat elite membuat calon petahana gubernur DKI Jakarta ini semakin diminati, terutama partai-partai politik yang ditengarai bukan berasal dari basis massa Islam.

Satu-persatu parpol mulai mempertimbangkan dan memberikan dukungannya kepada Ahok, baik secara resmi ataupun tidak. Sebut saja misalnya, Partai Nasdem dan Partai Hanura yang sudah memberikan dukungannya secara resmi kepada Ahok untuk maju di Pilgub DKI Jakarta. Bertarung di  kontestasi Pilgub DKI Jakarta dengan jalur independen memang cukup sulit, jika tidak mendapatkan dukungan dari partai-partai politik.

 Parpol tetaplah menjadi “formalitas” dalam proses meraih kekuasaan (politik) agar calon kontestan bisa mendapatkan “legitimasi” dalam mekanisme meraih kekuasaan. Tanpa dukungan parpol, jika-pun Ahok nanti terpilih akan sulit membangun komunikasi politik dengan elite, sehingga akan terjadi kemacetan-kemacetan dalam merealisasikan program-program kerjanya.

Meskipun demikian, partai politik pendukung Ahok secara resmi hanya diberikan oleh Partai Nasdem dan Partai Hanura yang secara hitung-hitungan politik bukanlah parpol yang memiliki cukup kursi di DPRD DKI Jakarta—Nasdem 5 kursi dan Hanura 10 kursi—sehingga Ahok perlu dukungan parpol lain yang lebih besar jika ingin kontestasinya di Pilkada DKI nanti semakin diperhitungkan. Partai politik yang paling memungkinkan dapat di lobi Ahok tinggal PDI Perjuangan, hal ini mungkin dapat dilihat dari kesamaan ideologi politik dan karakteristik partai dengan ideologi dan garis perjuangan Ahok. Mantan Bupati Belitung Timur ini harus berjibaku meyakinkan PDI-P untuk dapat mendukungnya sebagai calon gubernur di ajang kontestasi Pilkada DKI Jakarta nanti.

Adapun partai-partai politik yang memiliki basis massa Islam, seperti PAN, PKB, PKS dan PPP nampaknya masih menunggu (mencari?) momen yang tepat untuk bisa memunculkan calonnya sendiri yang akan dihadapkan sebagai lawan Ahok di pilgub DKI Jakarta nanti. Beberapa nama yang muncul berasal dari basis massa Islam, seperti Adhyaksa Dault, Yusril Ihza Mahendra, Haji Lulung, Ahmad Dhani dan belakangan muncul nama Eki Pitung—untuk menyebut beberapa nama saja—nampaknya semakin meramaikan penjaringan bakal calon gubernur DKI Jakarta. Nama-nama diatas paling tidak merupakan “representasi” dari basis massa Islam yang secara langsung atau tidak mulai mendapat respon dari kalangan parpol yang berbasis massa Islam.

Adapun partai-partai politik yang berbasis nasionalis, seperti Partai Golkar, Partai Gerindra dan Partai Demokrat, nampaknya cukup sulit dilobi Ahok. Untuk dua parpol yang disebut pertama merupakan tempat dimana Ahok menggantungkan aspirasi politiknya dulu dan Ahok sudah menyatakan diri keluar dari basis politiknya itu, sehingga Ahok tertutup kemungkinan untuk melakukan lobi politik dengan kedua parpol yang pernah mengusungnya itu. 

Kesempatan bisa dilakukan oleh Ahok untuk mencoba melobi Partai Demokrat yang sampai sekarang nampaknya belum resmi mengusung calon yang berasal dari kadernya sendiri. Nama Hasnaeni Moein memang pernah mencuat sebagai kader partai berlambang mercy ini, tetapi belum pernah dinyatakan secara resmi oleh partai mengenai bakal pencalonan Hasnaeni.

Ajang pertarungan politik menuju DKI 1 nampaknya diwarnai beragam spekulasi politik, hal ini bisa dipetakan melalui kekuatan-kekuatan politik yang ada, terutama dalam memetakan basis politik antara nasionalis dan agama (Islam). Beberapa parpol dengan basis massa Islam, nampaknya agak “enggan” jika mendukung pencalonan Ahok karena perbedaan ideologi, meskipun “sinyal-sinyal” dukungan atas kinerja Ahok selama memimpin DKI sudah menjadi pertimbangan bagi mereka. Parpol berbasis massa Islam pasti akan memberikan dukungannya kepada calon yang relatif memiliki kesamaan “ideologi” sehingga tertutup kemungkinan memberikan dukungan “secara resmi” kepada Ahok.

Jika nanti kenyataannya Ahok mampu melobi PDI-Perjuangan dan Demokrat dan kedua partai ini kemudian menyatakan dukungannya secara resmi terhadap pencalonan Ahok, maka bisa dipastikan seluruh parpol berbasis massa Islam bisa saja bersepakat, seperti PAN, PKS, PKB dan PPP untuk mengusung calon yang memang didukung secara “politik” oleh basis massa Islam. Maka yang tersisa hanya Partai Golkar dan Gerindra yang bisa saja mengusung calon dari mereka sendiri. Pemetaan kekuatan politik ini kemungkinan akan mempertontonkan gelaran suksesi politik menuju DKI 1 dengan tiga pasang calon, masing-masing representasi dari parpol berbasis massa Islam satu pasang calon dan dari basis massa nasionalis dua pasang calon.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline