Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Ibuku Adalah Guru Matematika Kehidupan Terhebat

Diperbarui: 14 November 2024   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba saya teringat masa kecil ketika Ibu sering memberi tugas belanja ke pasar. Bukan tugas yang besar, cuma sekadar beli cabai, tempe, dan sayur. Tapi, ternyata, ada pelajaran hidup tersembunyi yang baru saya sadari bertahun-tahun kemudian. Masih terbayang wajah Ibu yang serius saat ia menjelaskan, sambil menulis daftar belanja di secarik kertas kecil.

Setiap kali tugas belanja tiba, Ibu selalu memberi pesan khusus. Kalau beli cabai 100 rupiah, jangan langsung ambil yang 100 rupiah, tapi belinya dipecah jadi dua kali 50 rupiah, lalu tambahkan lagi 50 rupiah. Begitu juga dengan beberapa bahan lain. Yang paling menarik, Ibu selalu menekankan, "Ikuti daftar belanja ini urutannya, ya." Waktu itu, saya cuma menurut, tanpa tahu alasan logisnya apa. Semua itu bagi saya hanya terdengar seperti instruksi yang harus dilaksanakan, bukan dipertanyakan.

Awalnya, saya merasa kesal. Kenapa juga harus pakai perhitungan macam itu? Bukankah lebih mudah kalau beli langsung sesuai totalnya? Namun, karena selalu ingin membuat Ibu senang, ya, saya lakukan juga. Ke pasar, saya jalan dengan langkah cepat sambil meremas uang dan kertas di tangan. Di pasar, saya ikuti urutan belanja dari atas ke bawah. Terkadang lupa atau malah loncat urutan karena buru-buru, tapi saya selalu ingat pesan Ibu yang bilang, "Kalau nggak sesuai urutan, nanti malah bingung sendiri." Ada satu dua kali saya coba beli secara acak, dan memang berakhir dengan uang yang habis sebelum semua barang kebeli. Ibu benar.

Semakin besar, baru terasa ada makna yang lebih dalam di balik semua pesan itu. Saat SMA, misalnya, baru paham sedikit bahwa soal beli cabai 100 rupiah itu ternyata cara Ibu mengajarkan konsep sederhana matematika---menyederhanakan angka besar menjadi lebih kecil dan manageable, cara menghitung yang terpecah. Mungkin, beliau ingin saya belajar soal disiplin, karena di kemudian hari memang segala sesuatu butuh ketelitian dan perhitungan, sama seperti urutan belanjaan yang harus diikuti. Setiap angka rupiah yang kecil pun penting untuk menjaga keseluruhan anggaran.

Di perguruan tinggi, saya malah menemukan sisi lain dari pesan-pesan itu. Bukan sekadar soal matematika atau logika, tapi soal ketelitian dan kesabaran. Jika satu item terlewat atau tidak sesuai urutan, dampaknya bisa berlanjut ke item lainnya. Persis dengan kehidupan, bukan? Kalau kita melewati satu tahapan, ada saja konsekuensi yang mesti ditanggung. Ibu tidak pernah menjelaskannya dengan kata-kata, tapi memberi contoh melalui hal-hal sederhana yang, ternyata, begitu bermakna.

Sekarang, semakin dewasa, semakin banyak sisi yang bisa dipahami dari pesan Ibu. Ternyata, beliau tidak sekadar mengajarkan tentang berhemat atau berbelanja sesuai urutan. Ada pelajaran besar soal disiplin, ketelitian, dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Hingga kini, saya masih berusaha mengingat tiap pesan itu saat menghadapi kehidupan yang penuh perhitungan dan perencanaan.

Mungkin bagi sebagian orang, semua ini hanya cerita sederhana soal pasar. Tapi bagi saya, ini pelajaran hidup yang berakar dari cara Ibu mendidik saya sejak kecil. Betapa setiap keputusan kecil bisa berdampak besar, betapa urutan dan aturan itu kadang bukan untuk membatasi, tapi justru membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih terarah.

Di hari-hari ini, ketika kadang merindukan beliau, saya suka tersenyum mengingat petuah-petuah kecil yang baru terasa penting setelah saya dewasa. Pelajaran-pelajaran dari pasar dan secarik kertas belanja itu jadi harta berharga, dan semoga bisa terus saya pegang dan ajarkan ke generasi selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline