Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Aku dan Hujan November

Diperbarui: 6 November 2024   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

November sudah datang, membawa serta hujan yang mulai membasahi beberapa wilayah di Indonesia setelah kemarau panjang yang melelahkan. Hujan ini seakan menyegarkan, membawa sejuk yang dinanti-nantikan.

 Ada rasa lega, seperti ada beban yang sedikit demi sedikit terangkat. Hujan membuat suasana jadi berbeda, mengubah panas menjadi dingin, kering menjadi basah. Di tengah kehadiran hujan ini, aku melihat sebuah lukisan sederhana yang penuh makna---lukisan sekumpulan orang berjalan di bawah payung, samar-samar, seperti siluet yang hanya terlihat bayangannya saja. 

Entah kenapa, ada sesuatu di dalamnya yang membuatku merenung, seolah-olah aku bisa melihat diriku sendiri di sana, berjalan bersama, berlindung di bawah payung masing-masing.

Kadang aku berpikir, perjalanan hidup ini mungkin tak jauh berbeda dengan yang tergambar dalam lukisan itu. Setiap orang memiliki payungnya sendiri, pelindung yang mereka bawa untuk melindungi diri dari dinginnya hujan. 

Payung itu bisa berarti apa saja: identitas yang kita bentuk, peran yang kita mainkan, atau bahkan dinding pelindung yang kita bangun agar tak terlalu tersentuh oleh dunia luar. 

Tapi, di balik setiap payung, ada seseorang yang berjalan dengan arah dan tujuan yang mungkin tak sepenuhnya jelas. Payung-payung itu berwarna cerah, namun sosok-sosok di bawahnya tampak samar, seolah-olah bayangan yang nyaris menyatu dengan hujan yang turun.

 Sama seperti aku yang kadang merasa diri ini berjalan dalam kesamaran, masih terus mencari tahu siapa aku sebenarnya di tengah dunia yang luas ini.

Di balik payung yang kita pegang, apa sebenarnya yang kita sembunyikan? Apakah itu rasa takut? Rasa ragu? Atau mungkin hanya sekadar keinginan untuk terlihat baik-baik saja di mata orang lain? Dalam perjalanan menemukan jati diri, aku sadar, sering kali aku memilih berlindung daripada menghadapi hujan. 

Aku takut dinginnya, takut basah kuyup oleh segala hal yang tak bisa kuperkirakan. Tapi apakah hidup ini selalu harus begitu? Apakah aku akan terus berjalan di bawah payung tanpa pernah mencoba merasakan hujan itu sendiri?

Lukisan ini membuatku berpikir, mungkin ada baiknya sekali waktu aku menanggalkan payung itu dan membiarkan diri basah. Mungkin sesekali aku perlu merasakan dingin yang menusuk, merasakan setiap tetes hujan yang jatuh, agar aku tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. Karena siapa tahu, di balik rasa dingin dan becek, ada sesuatu yang selama ini aku cari---pemahaman yang lebih dalam tentang diriku sendiri, tentang jati diriku yang sesungguhnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline