Di tengah perdebatan tentang perasaan dan cinta dalam hubungan interpersonal, artikel yang ditulis oleh Anna Hartford dan Dan J. Stein (2024) dalam Journal of Applied Philosophy berjudul "Entitled to Love: Relationships, Commandability, and Obligation," menyoroti peran konsep "uncommandability" atau ketidakmampuan seseorang untuk memerintah perasaannya dalam konteks cinta.
Hartford dan Stein berpendapat bahwa perasaan cinta sering kali dianggap tidak dapat dikendalikan, sehingga seseorang tidak bisa diwajibkan secara moral untuk mencintai orang lain.
Artikel ini menyoroti kasus bersejarah antara Bertrand Russell dan Alys Pearsall Smith untuk mengilustrasikan implikasi dari kehilangan cinta dalam sebuah hubungan yang sebelumnya penuh kasih.
Hartford dan Stein juga mengangkat pertanyaan menarik terkait penggunaan teknologi bioteknologi dan farmasi, seperti "love drugs" atau obat cinta, untuk memengaruhi emosi seseorang.
Obat-obatan seperti ini memicu perdebatan tentang apakah mungkin untuk memaksa seseorang merasa cinta terhadap orang lain, dan apakah hal tersebut dapat menciptakan kewajiban moral baru dalam konteks hubungan interpersonal.
Artikel ini tidak hanya membahas tentang aspek farmakologis tetapi juga memasuki ranah moral dan filosofis terkait hak atas cinta dan apakah ada kewajiban moral untuk mencintai atau dicintai.
***
Artikel Hartford dan Stein ini mengulas bagaimana intervensi farmakologis, seperti "love drugs," bisa memengaruhi hubungan interpersonal dan membentuk kewajiban moral baru.
Salah satu poin utama yang dibahas adalah konsep uncommandability, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk memerintah perasaannya, terutama cinta.
Menurut Hartford dan Stein, banyak yang berpendapat bahwa cinta tidak bisa dipaksakan; seseorang tidak bisa mencintai orang lain hanya karena mereka harus, meskipun situasi dalam hubungan dapat menuntutnya.