Emha Ainun Nadjib, atau yang akrab disapa Cak Nun, adalah seorang sosok yang unik dalam kancah kebudayaan dan keagamaan Indonesia.
Dikenal sebagai penyair, penulis, dan budayawan, Cak Nun mengintegrasikan kesenian, kebudayaan, politik, ekonomi, dan agama dalam pendekatannya yang khas.
Melalui berbagai karya dan kegiatan komunitas, ia memperlihatkan bagaimana seni dan spiritualitas dapat bersatu untuk mendidik dan menginspirasi masyarakat.
Salah satu konsep inti dari pemikiran Cak Nun adalah humanisme teistik yang dianutnya.
Konsep ini menekankan pentingnya nilai-nilai spiritualitas dan kemanusiaan dalam beragama, yang mencerminkan sebuah kesadaran etis yang mendalam.
Kehadiran humanisme dalam pemikirannya tidak hanya terbatas pada filosofi yang abstrak, tetapi juga diwujudkan melalui praktik seni dan komunitas yang aktif.
Kajian tentang humanisme teistik Emha Ainun Nadjib yang diterbitkan oleh Universitas Lambung Mangkurat menunjukkan bahwa pemikiran Emha memiliki semangat kuat dalam mempertahankan aspek kemanusiaan (humanism) yang didukung oleh nilai spiritualitas dan religiusitas [1].
Cak Nun juga dikenal dengan aktivitasnya dalam mendidik masyarakat melalui gerakan Maiyah---sebuah gerakan yang mengadakan pertemuan rutin untuk mendiskusikan berbagai isu sosial, kebudayaan, dan keagamaan dalam format yang inklusif.
Dalam setiap kegiatan Maiyah, Cak Nun dan komunitasnya menggabungkan musik gamelan, diskusi, dan refleksi yang mendalam untuk menciptakan pengalaman yang berarti bagi pesertanya.
Artikel dari Tirto.id menyajikan detail bagaimana Cak Nun menggunakan kesenian untuk memfasilitasi pendidikan politik kepada masyarakat melalui kegiatan rutin Maiyah [2].