Pendidikan telah lama dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam pembentukan karakter dan kecerdasan individu. Namun, pemikiran modern tentang pendidikan, terutama yang dipengaruhi oleh pemikiran Buya Hamka, menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sejatinya lebih mendalam daripada sekedar mengajarkan kemampuan akademis. Menurut Buya Hamka, pendidikan bukan hanya tentang membuat seseorang pandai, melainkan juga tentang membentuknya menjadi manusia yang utuh, yang memahami nilai-nilai moral dan etika serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Buya Hamka, seorang tokoh pemikir dan filsuf Indonesia, menekankan bahwa pendidikan harus melampaui pengajaran tradisional yang berfokus pada pengetahuan teoretis. Dalam artikel yang ditulis Dian Rahmi Zul (2020) di jurnal Kutubkhanah, pemikiran Buya Hamka tentang pendidikan Islam diuraikan dengan jelas, menunjukkan bagaimana pendidikan harus mengintegrasikan aspek spiritual dan moral untuk membentuk pribadi yang kuat dan berakhlak baik [1].
Lebih lanjut, dalam kajian oleh Dyah Kumalasari dan Yoga Ardy Wibowo, dua peneliti dari Universitas Negeri Yogyakarta, dalam jurnal SOCIA, ditekankan pula bahwa Buya Hamka melihat pendidikan karakter sebagai fondasi yang penting dalam proses pendidikan. Dalam konteks ini, pendidikan karakter bukan hanya menyangkut pengembangan intelektual, tapi juga pembentukan kebiasaan, sikap, dan kecakapan sosial yang membawa individu dapat berkontribusi positif dalam masyarakat [2].
Dengan menggabungkan dua sumber ini, kita bisa melihat bahwa konsep pendidikan menurut Buya Hamka sangat relevan dengan tantangan zaman now, di mana kita sering kali melihat pendidikan yang terlalu fokus pada pencapaian akademis dan mengabaikan aspek pembentukan karakter. Misalnya, dalam era digital saat ini, anak-anak dan remaja menghadapi berbagai macam tekanan dan godaan yang memerlukan kekuatan karakter untuk menghadapinya.
Oleh karena itu, sistem pendidikan di Indonesia—dan di seluruh dunia—perlu meninjau kembali kurikulum dan metodologi pengajarannya. Tidak cukup hanya mempersiapkan siswa untuk ujian dan tes, tetapi juga harus mempersiapkan mereka untuk menjadi warga negara dunia yang bertanggung jawab, yang mampu berpikir kritis, dan yang memiliki empati serta integritas.
Perubahan ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat umum. Kurikulum harus dirancang untuk mengintegrasikan pelajaran kehidupan, etika, dan kepemimpinan, sementara guru perlu dilatih tidak hanya sebagai penyampai ilmu tetapi juga sebagai pembimbing moral.
***
Pendidikan harus diarahkan untuk membentuk 'manusia' dalam arti yang paling luas: makhluk yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga kaya hati dan budi. Hal ini akan memastikan bahwa pendidikan tidak hanya mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang baik dan adil, yang siap untuk memimpin dan menginspirasi dunia. Pendidikan, dalam pandangan Buya Hamka, adalah jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan kebijaksanaan, dan antara kecerdasan dengan kebaikan hati—suatu prinsip yang harus kita hidupi dalam setiap aspek pendidikan kita.
Referensi
[1] https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/view/13346/0
[2] https://journal.uny.ac.id/index.php/sosia/article/view/33291
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H