Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Prediksi Kemenangan Calon Independen pada Pilkada DKI Jakarta 2024, Sebuah Analisis Sosiologis

Diperbarui: 20 Agustus 2024   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam Pilkada DKI Jakarta 2024, ada satu fenomena menarik yang layak untuk diperhatikan: potensi kemenangan calon independen. Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan dinamika politik lokal, tetapi juga dengan sifat antitesis yang melekat pada masyarakat Indonesia. 

Masyarakat Indonesia dikenal memiliki kecenderungan untuk memilih opsi yang berbeda atau berlawanan dengan arus utama, terutama ketika mereka merasa bahwa pilihan yang ditawarkan oleh kekuatan politik besar tidak mencerminkan kepentingan atau aspirasi mereka. 

Sikap antitesis ini dapat dikaitkan dengan teori sosiologi yang dikemukakan oleh Emile Durkheim, seorang sosiolog Prancis yang dikenal dengan teorinya tentang solidaritas sosial. Durkheim membedakan dua jenis solidaritas: mekanik dan organik. 

Solidaritas mekanik terjadi dalam masyarakat yang homogen di mana individu cenderung mengikuti aturan dan nilai-nilai yang sama. Sebaliknya, solidaritas organik muncul dalam masyarakat yang lebih kompleks dan beragam, di mana individu lebih bebas untuk mengekspresikan perbedaan dan berperan dalam berbagai fungsi sosial.

Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, solidaritas organik ini tampak jelas. Masyarakat yang lebih kompleks dan terdiversifikasi di perkotaan seperti Jakarta cenderung memiliki beragam pandangan politik dan preferensi, yang memungkinkan munculnya calon independen sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi kekuatan politik besar seperti KIM Plus. 

Pilihan terhadap calon independen dapat dilihat sebagai ekspresi solidaritas organik, di mana masyarakat tidak lagi merasa terikat pada satu struktur kekuasaan tertentu, tetapi mencari alternatif yang lebih mencerminkan keragaman dan kebebasan mereka.

Pilihan untuk mendukung calon independen ini juga dapat dilihat sebagai respons terhadap apa yang dianggap sebagai praktik oligarki oleh KIM Plus. Ketika satu koalisi besar mendominasi, masyarakat yang merasa tidak terwakili oleh pilihan yang ada cenderung mencari alternatif yang lebih sesuai dengan nilai-nilai demokratis mereka. 

Dalam hal ini, calon independen menawarkan kesempatan bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap status quo dan mendukung kandidat yang dianggap lebih merakyat dan bebas dari pengaruh oligarki.

Namun, meskipun ada dukungan yang signifikan dari segmen tertentu masyarakat, calon independen tetap menghadapi tantangan besar. Struktur politik yang didominasi oleh partai besar, keterbatasan sumber daya, serta akses yang terbatas ke media massa menjadi kendala yang harus diatasi oleh calon independen. Di sinilah peran penting dari dukungan masyarakat yang kuat dan terorganisir untuk mendorong kemenangan calon independen dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.

***

Sikap antitesis dalam masyarakat Indonesia, yang sering kali memilih jalan berbeda dari arus utama, tidak hanya dipengaruhi oleh preferensi individu tetapi juga oleh dinamika sosial yang lebih luas. Sosiolog Pierre Bourdieu menawarkan perspektif yang relevan melalui konsep habitus---seperangkat disposisi yang terbentuk dari pengalaman dan lingkungan sosial individu. Habitus mempengaruhi cara orang berpikir, merasakan, dan bertindak, termasuk dalam konteks politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline