Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Sepatu Cinderela

Diperbarui: 28 Februari 2024   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kereta kencana dalam kisah putri Cinderela. (Freepik.com)

Puteri Cinderela, apa persepsi Anda tentang kisah ini?

"Puteri cantik", "Anak manusia teraniaya", "Happy ending", "Pukul 00.00", "Pangeran tampan", dan tentu saja "Sepatu kaca".

Ya, itu terpatri begitu kuat di benak setiap anak manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya, entah sampai kapan, mungkin sampai yaumul qiyamah nanti.

Tetapi tanpa disadari, bisa saja perilaku kita teracuni, seperti perilaku bullying, senang kepada bentuk-bentuk penindasan. 

Mungkin saja kita berkilah, ah itu hanya halusinasi saja, atau sekedar ketakutan semu yang di-blow-up para psikolog dan psikiater (lagi-lagi mereka jadi tertuduh, menyedihkan).

Ada satu hal, tuduhan yang lebih bisa didramatisasi dari kisah ini. 

Penumpulan penalaran yang masif. 

Kok bisa? 

Perhatikan dan pikirkan (itu kalau kita sadar ) bagaimana mungkin hanya ada satu sepatu yang hanya tercipta untuk satu ukuran kaki saja di suatu populasi manusia.

Bagaimana segolongan orang dan segolongan lainnya memuja-muja si A, si J, si P, si G, seolah-olah hanyalah mereka saja yang "pas ukuran"nya untuk negeri ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline