Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Membangun Bisnis Beretika: Integrasi Deontologi dan Teleologi dalam Kewirausahaan

Diperbarui: 12 Februari 2024   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bisnis beretika. (Freepik/storyset)

Pendahuluan

Peranan etika dalam kewirausahaan menjadi semakin krusial di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat saat ini. Artikel ilmiah yang saya tinjau ini mengungkapkan pentingnya tanggung jawab kewirausahaan dalam memahami dualisme etis sepanjang proses kewirausahaan. Penekanan pada deontologi dan teleologi sebagai fondasi etika menyoroti bagaimana pengusaha dapat menavigasi dilema etis dengan mempertimbangkan tugas-tugas moral dan konsekuensi dari tindakan mereka. 

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh persaingan ini, artikel tersebut menawarkan kerangka kerja konseptual yang berguna untuk memahami dan menerapkan tanggung jawab etis dalam kewirausahaan.

Pendekatan dualistik yang diusulkan oleh Gustav Hagg dkk. ini menunjukkan bahwa pengusaha tidak hanya bertanggung jawab atas hasil dari tindakan mereka, tapi juga atas niat dan motivasi yang mendorong tindakan tersebut. Hal ini menggarisbawahi bahwa dalam kewirausahaan, etika tidak semata-mata berkaitan dengan hasil akhir, tetapi juga dengan proses dan niat di balik setiap keputusan. Kontribusi ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang bagaimana prinsip-prinsip etis dapat diintegrasikan dalam pendidikan kewirausahaan, serta dalam praktek kewirausahaan itu sendiri.

Kesadaran Etis

Kewirausahaan tidak hanya soal inovasi dan keuntungan, tapi juga tentang tanggung jawab etis yang mendalam. Pandangan Gustav Hagg dkk. ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana etika harus menjadi inti dari setiap inisiatif kewirausahaan. 

Melalui penggabungan deontologi dan teleologi, kerangka kerja yang diusulkan menyoroti pentingnya pertimbangan moral sebelum dan setelah tindakan kewirausahaan. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan jangka panjang sebuah bisnis sangat bergantung pada kemampuan pengusaha untuk menavigasi dilema etis dengan bijaksana.

Mengintegrasikan etika ke dalam proses kewirausahaan bukan hanya tentang menghindari konsekuensi negatif, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan reputasi yang kuat di mata pelanggan, mitra, dan masyarakat secara keseluruhan. 

Pendekatan ini mendorong pengusaha untuk merenungkan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan mereka, mendorong mereka untuk tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga pada kontribusi positif terhadap masyarakat. Dengan demikian, tanggung jawab kewirausahaan menjadi katalis untuk inovasi yang bertanggung jawab dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Kesadaran etis dalam kewirausahaan juga mencerminkan perubahan paradigma dalam pemahaman tentang kesuksesan bisnis. Di era di mana konsumen semakin menuntut transparansi dan integritas, perusahaan yang mampu menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai etis diposisikan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan harus menekankan pada pengembangan kemampuan moral dan etis, sama seperti keahlian bisnis dan teknis.

Deontologi dan Teleologi

Dalam artikel yang saya tinjau ini, deontologi dan teleologi dijelaskan sebagai dua pandangan etis utama yang berbeda dalam cara mereka memahami hubungan antara kewajiban moral dan nilai-nilai moral:

  • Deontologi berasal dari kata Yunani yang berarti "kewajiban" atau "yang harus dilakukan." Deontologi, terutama dalam teori moral Immanuel Kant, menekankan pentingnya mengikuti prinsip-prinsip moral yang universal dan mutlak, tanpa mempertimbangkan konsekuensi tindakan tersebut. Deontologi mengutamakan kewajiban dan aturan sebagai dasar nilai moral, memandang tindakan sebagai benar atau salah berdasarkan kepatuhan terhadap aturan atau kewajiban moral, bukan berdasarkan hasil atau konsekuensi tindakan itu. Dalam konteks kewirausahaan, ini berarti bahwa seorang pengusaha bertanggung jawab atas motivasi, niat, dan tindakan mereka dalam mengidentifikasi dan mengeksplorasi peluang, memandang tanggung jawab ini sebagai prasyarat untuk bertindak secara moral sepanjang proses kewirausahaan.
  • Teleologi, dari kata Yunani "telos" yang berarti "tujuan" atau "akhir," dan "logos" yang berarti "ilmu," berfokus pada konsekuensi atau hasil tindakan untuk menentukan nilai moralnya. Dalam etika teleologis, nilai sebuah tindakan atau aturan ditentukan oleh nilai non-moral yang muncul sebagai konsekuensi dari tindakan tersebut. Sebuah tindakan dianggap "benar" jika menghasilkan lebih banyak konsekuensi positif daripada negatif. Ini sering dikaitkan dengan utilitarianisme, yang menilai tindakan berdasarkan kemampuannya untuk memaksimalkan kebaikan atau kebahagiaan. Dalam kewirausahaan, ini berarti pengusaha bertanggung jawab atas konsekuensi tindakan mereka, dengan evaluasi moral dibuat berdasarkan kebaikan hasil yang diharapkan, yang merupakan tanggung jawab retrospektif berdasarkan konsekuensi dari tindakan kewirausahaan.

Artikel ini menggabungkan kedua perspektif ini untuk memberikan pandangan dualistik tentang tanggung jawab kewirausahaan, menyarankan bahwa pengusaha harus mempertimbangkan baik kewajiban moral (deontologi) dan konsekuensi tindakan mereka (teleologi) dalam proses kewirausahaan. Ini menciptakan kerangka kerja untuk memahami tanggung jawab kewirausahaan yang mencakup evaluasi moral baik a priori (deontologis) maupun a posteriori (teleologis), memandu pengusaha dalam berperilaku etis dari awal hingga akhir proses kewirausahaan.

Studi Kasus

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline