Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Menerapkan Belas Kasih Diri sebagai Budaya Indonesia

Diperbarui: 10 Januari 2024   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menerapkan belas kasih diri pada anak-anak. (Sumber gambar: Freepik.com)

Di Indonesia, konsep "belas kasih diri" seringkali terabaikan dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Dalam artikel ini, saya akan membahas pentingnya membangun kebiasaan belas kasih diri pada anak-anak, serta bagaimana mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. 

Konsep ini menjadi semakin relevan di tengah masyarakat yang kerap mengedepankan pendidikan akademis dan prestasi tanpa cukup memperhatikan kesehatan mental anak-anak. 

Melalui langkah-langkah konkret dan integrasi dengan nilai-nilai budaya lokal, kita dapat membantu anak-anak Indonesia tumbuh menjadi individu yang lebih resilien, empatik, dan memiliki kesehatan mental yang baik. 

Selain itu, saya akan membahas bagaimana menerapkan belas kasih diri sebagai bagian integral dari budaya Indonesia, sehingga memastikan bahwa nilai ini ditanamkan dengan kuat dalam perkembangan anak-anak Indonesia.

Bagian 1: Membangun Kebiasaan Belas Kasih Diri pada Anak-anak

Di Indonesia, konsep "belas kasih diri" seringkali terabaikan dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Dalam artikel "Three Simple Ways for Kids to Grow Their Self-Compassion" yang ditulis oleh Jamie Lynn Tatera di Greater Good Magazine, ditekankan pentingnya membantu anak-anak untuk menjadi lebih baik kepada diri sendiri dan mengganti suara kritis dalam diri mereka dengan yang lebih ramah. 

Ini sangat relevan bagi masyarakat Indonesia yang kerap mengedepankan pendidikan akademis dan prestasi tanpa cukup memperhatikan kesehatan mental anak.

1. Mengubah Cara Komunikasi dengan Anak

Komunikasi orang tua atau pengasuh dengan anak memiliki pengaruh besar dalam pembentukan dialog internal anak. 

Di Indonesia, seringkali terjadi komunikasi yang berorientasi pada kritik dan perbandingan, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. 

Alih-alih memfokuskan pada kesalahan, orang tua dan pendidik bisa mengadopsi pendekatan yang lebih mendukung dan empatik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline