Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Teknologi Dirupsi untuk Parlemen

Diperbarui: 11 Oktober 2023   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://www.freepik.com/

 Ketika saya pertama kali meninjau artikel berjudul "Disruptive Technologies for Parliaments: A Literature Review," dari jurnal "Future Internet," yang ditulis pada tahun 2023 oleh Dimitris Koryzis, Dionisis Margaris, Costas Vassilakis, Konstantinos Kotis, dan Dimitris Spiliotopoulos, saya merasa seperti sedang menjelajahi jaringan labirin yang penuh dengan inovasi dan potensi. Setiap kali saya membalik halaman artikel ini, rasanya seperti saya sedang berbicara dengan sejarawan masa depan, seseorang yang telah menyaksikan konsekuensi perubahan teknologi dan memilih untuk memberikan petunjuk tentang apa yang mungkin akan terjadi.

Dimitris Koryzis dan rekan-rekannya membuka horison baru bagi kita untuk mengeksplorasi hubungan antara teknologi dan demokrasi. Mereka tidak hanya membahas teknologi sebagai alat, tetapi juga sebagai katalisator perubahan yang dapat merombak cara berfungsi lembaga demokrasi kita, terutama parlemen. Namun, perjalanan mereka tidak hanya sebatas memahami potensi teknologi disruptif; mereka juga menggali konsep "parlemen cerdas" dan bagaimana kita dapat merancangnya agar lebih inklusif, efisien, dan berorientasi pada masyarakat.

Namun, inovasi selalu memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, ada prospek menggembirakan dari transformasi digital yang tersedia. Di sisi lain, ada risiko ketidakpastian terkait dampak teknologi terhadap demokrasi. Artikel ini menekankan bahwa, meskipun telah terjadi kemajuan teknologi digital dalam pelayanan publik, pengaruhnya terhadap demokrasi masih menjadi topik perdebatan. Ini berfungsi sebagai pengingat bagi kita untuk selalu berhati-hati dan skeptis.

Saya terkesan dengan cara para penulis memandu pembaca melalui tinjauan literatur yang komprehensif, dengan fokus pada Internet of Things (IoT), sistem rekomendasi, dan kecerdasan buatan. Mereka menggambarkan bagaimana kemajuan teknologi ini dapat memengaruhi operasi sektor publik, dengan menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan dan efisiensi pemangku kepentingan internal, tidak hanya berkonsentrasi pada pengguna eksternal.

Satu poin menarik yang saya temukan adalah bagaimana teknologi disruptif, yang sering kali dikaitkan dengan perusahaan teknologi besar dan ekosistem startup, sebenarnya memiliki relevansi yang mendalam bagi lembaga tradisional seperti parlemen. Ini merupakan pengingat bahwa inovasi, pada intinya, tidak terikat pada kelompok individu atau sektor tertentu, tetapi dapat diterapkan di mana saja, termasuk di pusat demokrasi kita.

Namun, kuncinya adalah inklusivitas. Sebagai masyarakat, kita harus memastikan bahwa revolusi digital terhadap lembaga demokrasi kita dijalani dengan pendekatan yang inklusif. Parlemen bukanlah entitas yang terpisah dari masyarakat, melainkan bagian integral darinya. Oleh karena itu, setiap transformasi yang terjadi harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Saya juga menemukan konseptualisasi "parlemen cerdas" sebagai pandangan yang sangat menarik. Ini bukan hanya tentang mengintegrasikan teknologi ke dalam proses parlemen, tetapi juga tentang bagaimana teknologi tersebut dapat membantu parlemen berfungsi lebih efektif, terbuka, dan responsif terhadap kebutuhan konstituen.

Sebagai kesimpulan, artikel ini tidak hanya memberikan perspektif akademis mendalam tentang potensi teknologi disruptif (yang mengganggu) dalam mengubah parlemen, tetapi juga mendorong kita untuk berpikir lebih dalam tentang makna demokrasi di era digital. Ini berfungsi sebagai pengingat bagi kita semua untuk tetap berada di garis depan inovasi sambil mempertahankan inti dan nilai-nilai demokrasi kita.

Oleh karena itu, karya Dimitris Koryzis dan rekan-rekannya berfungsi sebagai kompas bagi pemangku kepentingan di parlemen dan masyarakat umum untuk merenungkan, menganalisis, dan akhirnya mengambil tindakan berdasarkan potensi besar teknologi yang mengganggu. Ini adalah sebuah komposisi yang memikat dan sangat disarankan bagi siapa saja yang peduli tentang masa depan demokrasi kita.

***

Dalam konteks demokrasi di Indonesia, pandangan saya mengenai atikel tersebut adalah bahwa teknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan transparansi, partisipasi, dan efisiensi dalam proses politik dan parlemen. Sebagai negara demokrasi yang terus berkembang, Indonesia dapat mengambil manfaat dari konsep "parlemen cerdas" dan penerapan teknologi disruptif dalam sistem politiknya. Hal ini dapat membantu mengurangi kesenjangan antara masyarakat dan wakil-wakilnya di parlemen, sehingga memungkinkan masyarakat untuk lebih aktif terlibat dalam proses perumusan kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline