Lihat ke Halaman Asli

Syahida Kodra Tullah

Saya seorang mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Akar dan Buah Sebuah Masa

Diperbarui: 9 November 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akar dan Buah Sebuah Masa

Karya. Syahida Kodra Tullah

Siang ini matahari begitu kejam. Awan yang malu hadir di langit yang begitu terang, membuat sinarnya yang panas menyengat begitu saja menyentuh jalan. Membakar setiap bagiannya, membuat anak-anak yang sedang bermain bola berjalan berjingkat, tidak tahan dengan aspal yang terbakar hingga mendidih, sampai-sampai mungkin bisa membuat sebutir telur masak tanpa minyak.

Liana membuka pintu rumahnya hendak keluar menyiram tanaman. Ia takut disebabkan cuaca yang panas membuat tanaman-tanaman kesayangan mamanya mati. Apalagi tiga hari yang lalu sebelum mamanya keluar kota, ia sempat memberi pesan kepada Liana untuk merawat tanaman-tanaman itu. Gadis berusia 16 tahun itu menyipitkan mata saat tepat sinar matahari membuat pedih kornea matanya.

Ia tak sanggup melangkah keluar, cuaca hari ini sangat panas. Sesekali ia berjalan cepat dan berjingkat menuju alas kakinya. Sungguh indah tanaman yang sedang ia siram saat ini. Beberapa bunga mawar dan tulip, serta tanaman lainnya tumbuh subur dalam rawatan sang mama. Beberapa menit saat fokus menyiram, sebuah deru motor terdengar berhenti di depan rumah gadis itu. Ia secara sadar memalingkan tubuhnya menatap ke arah lelaki dengan jaket hitam yang turun menghampiri sebuah kotak surat dan paket di halaman rumahnya, lalu meletakkan sesuatu dan tidak lama pergi kembali mengendarai motornya. Sepertinya ia tidak melihat keberadaanku di sini pikir Liana. Tetapi kenapa bisa?

Liana mendekati kotak di halaman rumahnya itu. Ia menjulurkan tangannya mengambil sesuatu yang baru saja dimasukkan lelaki tadi ke dalam kotak tersebut. Tak lama seekor kucing datang menjilati kakinya. Gadis itu terkejut, ia menatap nanar kucing yang menggemaskan itu. "Kamu lucu sekali!" Ia menggendong kucing itu sembari masuk ke rumah dengan membawa sebuah amplop cokelat yang baru ia ambil di dalam kotak tadi.

"Kucing ini sangat menggemaskan, tetapi dia datang dari mana? Apakah sang pemiliknya tidak mencari keberadaan kucing ini?" gumam Liana bertanya. Tak ada siapa pun di rumah saat ini. Ia hanya sendiri. Beberapa hari kemarin sejak mamanya keluar kota, ia ditemani oleh sang nenek. Tetapi, sang nenek sudah pulang kemarin dikarenakan ada pekerjaan. Perlahan gadis itu mengelus kucing di pangkuannya sembari membuka isi amplop tersebut. Gerak tangannya terjeda sesaat suara ketukan pintu terdengar. Liana melepaskan sang kucing dan amplop dari tangannya dan berjalan menuju pintu. Tak disangka saat ini sang mama berada di hadapannya.

"Mama tidak jadi pulang di hari lusa?" tanyanya heran. Sebab sang mama mengatakan bahwa ia akan pulang dua hari lagi. Wanita berusia kurang lebih 30 tahun itu menggelengkan kepala dan tersenyum menatap putrinya. "Tidak, Li. Pekerjaan mama sudah selesai, jadi pulang lebih cepat," jawab sang mama.

Liana membantu sang mama untuk membawa beberapa barang bawaannya ke kamar. Setelah beberapa saat mereka duduk bersama di atas sofa ruang tamu. "Ma. Tadi aku didatangi seekor kucing yang sangat menggemaskan," ucap Liana membuka percakapan. "Oh ya? Di mana? Mama mau melihatnya," balas sang mama cukup girang. Liana sempat kebingungan, ia baru tersadar bahwa sedari tadi sang kucing tidak ada lagi dalam peredarannya. Ia berjalan bolak-balik ke arah dapur menuju kamarnya untuk mencari keberadaan kucing tersebut. Nihil, ia tidak menemukannya. Melihat Liana yang kebingungan sang mama memberhentikan tingkahnya. "Sudahlah Liana, mungkin ia keluar atau sudah pulang ke rumah pemiliknya," ujar sang mama.

Liana berhenti, ia duduk kembali di sebelah mamanya. "Sepertinya iya. Tapi cepat sekali, padahal aku baru saja bertemu dengannya," keluhnya sedikit tidak terima. Sang mama menatap putrinya itu tersenyum. Ia mengelus rambut indah milik Liana. "Tidak apa-apa Liana. Oh iya, ini amplop apa?" tanya mama Liana melihat amplop yang berada di depan mereka. Liana kembali teringat, ia masih penasaran dengan isi amplop tersebut. Sedari tadi ia seperti selalu dialihkan untuk membukanya.

Panggil saja kucingnya dengan panggilan Choco. Mamamu juga saat ia pulang hari ini pasti suka dengannya!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline