Lihat ke Halaman Asli

Syahid Arsjad

Penikmat Diskusi

Pak Hoegeng dan Polisi Saat ini

Diperbarui: 26 Juni 2015   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kick Andy beberapa minggu lalu mengulas seorang  tokoh yang (sebelumnya) menurut saya biasa-bisa saja, mungkin karena kurang disorot oleh sejarah. terus terang saya hanya pernah mendengar namanya beberapa kali secara samar-samar sebagai seorang tokoh Kepolisian Republik Indonesia.

Almarhum Hoegeng Iman Santosa adalah mantan KAPOLRI yang oleh teman -teman dekat dan keluarganya dikenal sebagai seorang sosok yang sederhana, Jujur, tegas dan sangat mencintai tugasnya sebagai seorang Polisi. Seorang sosok yang sangat ambivalen dengan citra Polisi kita hari ini. mungkin karena ambivalensi inilah sehingga  menariki perhatian saya.

Dalam perbincangan dengan istri, anak- anak  serta rekan -rekan kerjanya, kejujuran dan ketegasan dalam menjalankan tugas dan dirumah sangat terasa. Salah satu kejadian yang menunjukkan integritasnya adalah  saat Pak Hoegeng diangkat menjadi KAPOLDA di medan, rumah dinas beliau sudah diisi dengan perabot oleh pengusaha disana (mungkin ini adalah kebiasaan yang dianggap lazim di kepolisian) tetapi pada saat sampai disana beliau minta rumah dinasnya dikosongkan kecuali dari barang-barang  inventaris. Pengalaman lain, seorang pengusaha mengirim 2 sepeda motor kerumahnya, beliau meminta sepeda motor tersebut kembalikan, meskipun anak-anaknya sangat ingin punya motor pada saat itu. Juga pada saat anaknya mendaftar AKABRI, jangankan dibantu, justru beliau tidak memberi ijin secara tertulis kepada putranya sehingga tidak lolos.

Menjadi KAPOLRI yang jujur dan tegas DI ERA ORDE BARU, bukannya mendapat apresiasi yang besar dari Suharto. Justru Pak Hoegeng dipaksa untuk meletakkan jabatan, menurut issu yang beredar saat itu Pak Hoegeng tdk mau menghentikan pengusutan import mobil mewah yang melibatkan pengusaha yang dekat dengan cendana. Pak Hugeng sempat di tawari menjadi Duta Besar, tapi beliau menolak dan berkata, "saya didik di akademi kepolisian untuk menjadi seorang polisi,saya bukan diplomat".

Pensiun dalam usia yang relative masih muda, tidak memiliki rumah,kendaraan dan gaji sebesar Rp 10.000, (baru akhir-akhir ini direvisi menjadi 1 juta). Pak Hoegeng harus membiayai keluarganya dengan melukis.Karena dorongan idealismenya pula, pak hoegeng ikut menanandatangani "petisi 50" yang membuat dirinya betul-betul disingkirkan dan dipersulit kehidupannya oleh rezim orde baru. Ia  tidak bisa tampil di public dan di cekal keluar negeri.

Saya sangat terkesima dengan idealisme dan integritas seorang Abdi Negara seperti Pak Hoegeng, yang tak pernah redup bahkan ketika harus berhadapan arus besar kekuasaan. Tentu sangat sulit menemukan sosok yang penuh integritas seperti beliau saat ini. Juga terhadap istri beliau yang dengan sabar mendorong suaminya untuk tetap teguh dalam pendiriannya ( bukankah banyak suami yang runtuh idealismenya karena desakan istri yang tak tahan menderita?).

Semoga Sosok Pak Hoegeng bisa mencerahkan kita semua terutama Polisi kita yang lagi sakit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline