Studi Hubungan Internasional Sesudah Perang Dunia II
Paradigma realis mendominasi Hubungan Internasional selama kurang lebih 2 dasawarsa sesudah perang dunia II. Tokohnya A.L. Hans J. Morgenthau dengan bukunya yang berjudul Politik Among Nation: The struggle for power and peace. J.N menolak dengan tegas pendapat kaum idealis yaitu asumsi tentang adanya keselarasan kepentingan otomatis dalam hubungan antar negara, tentang pentingnya peran hukum dengan orang internasional atau tentang adanya pengaruh opini public yang cenderung suka damai.
Nicholas N.Spykman, George f, Kennan, Arnold walfters dan Henry Kissinger mereka berusaha menunjukkan bahwa kekuasaan adalah focus utama studi dan praktek hubungan internasional. Tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai kepentingan nasional.
Tradisi Behavioral
Penolakan terhadap konsep kekuasaan sebagai unsur pokok Analisa Hubungan Internasional semakin diperkuat dengan timbulnya Gerakan Pembaharuan dalam studi Politik HUbungan Internasional di Amerika Serikat pada 1950-an yang terkenal dengan revolusi Behavioral.
Gerakan ini mendorong studi Hubungan Internasional kearah penciota teori yang eksplanatioris dan prediktif yaitu teori yang dapat menjelaskan dan meramalkan. Kaum Behavioralis mengkritik kaum tradisional karena mengabaikan perumusan dan pengujian hipotesa dan pembentukan model/teori berdasar hipotesanya yang saling berkait secara logis. Kaum Behavioralis menekankan pada ketepatan dalam penggunaan konsep dan pengujian hipotesa. Hal ini mendoorng penerapan metode kuantitatif dalam studi Hubungan Internasional, penekanan pada metode, Teknik penelitian tokohnya, David Easten.
Terdapat beberapa teori, hubungan internasional, konsepsi pertama mendefenisikan teori hubungan internasional sebagai suatu bentukan simbiolis, yang terdiri dari serangkaian konsep, yang didasarkan pada defenisi, hukum teori dalam aksioma tertentu. Dalam konsep ini teori merupakan sekumpulan hukum yang saling berkaitan secara deduktif logis diantara fenomena yang diteorikan.
Konsep kedua jusrtu melakukan kebalikannya. Banyak teori hubungan internasional yang diciptakan secara induktif yaitu dengan membentuk generalisasi tentang perilaku politik yang ditarik. Secara induktif dari fakta empiris masa lalu maupun masa kini, baik mmenggunakan metode kuantitatif maupun metode perbandingan kasus-kasus.
Konsep ketiga, teori dalam hubungan internasional di bentuk melalui pengembangan proposisi -proposisi atau statement tentang perilaku rasional berdasarkan suatu motif dominan seperti kekuasaan. Teori ini dibuat untuk gambarkan Perilaku Politik Aktor-aktor rasional. Contoh, Morgenthau merumuskan teori politik internasional yang membuat gambar tentang keadaan pola yang rasional, dapat menunjukkan kontras antara keadaan politik yang senyatanya ada dan keadaan politik yang ingin diciptakan, tetapi tidak pernah terwujud konsepsi teori ini melandasi pembuatan teori deferensi, game theory dan beberapa theory pembuatan keputusan.
Konsepsi keempat, menggambarkan teori sebagai pengembangan dan Analisa tentang nama-nama atau nilai-nilai dalam hubungan internasional. Banyak dari tulisan-tulisan tentang filsafah politik, sejak dari Plato sampai tulisan abad ke-20, berisi teori seperti ini. Teori normatif, terutama yang berkembang membentuk patokan-patokan yang dapat dipakai untuk menilai perilaku dalam hubungan internasional dan pedoman bagi pembentukan perilaku yang dianggap bai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H