Politik Luar Negeri Cina di Era "Generasi Keempat"
Politik luar negeri yang lebih bersahabat dan tidak mengancam adalah inti dari kebijakan "kebangkitan damai" (heping jueqi) Cina. Strategi ini diperkenalkan oleh presiden Hu Jintao dalam kunjungannya ke Asia Tenggara pada oktober 2003. Dikembangkan lebih lanjut oleh Zheng Bijian, seorang penasihat senior pemerintahan yang sangat dekat dengan Hu, strategi ini akan membedakana Cina dengan negara-negara besar lainnya: Cina tidak akan menjadi ancaman, sekalipun ia telah menjadi kekuatan utama dunia. Cina tidak akan menjadi kekuatan hegemonik yang mendominasi politik dunia. Alih-Alih sebagai ancaman, kebangkitan Cina akan memberikan kesempatan yang bermanfaat bagi pembangunan dunia.
Setelah teori "kebangkitan damai" diterbitkan di jurnal bergengsi Foreign Affairs, Zheng kembali menegaskan pentingnya strategi tersebut dalam sebuah artikel di media milik pemerintah, People's daily. Dalam artikel itu, Zheng berpendapat bahwa demi hubungan yang baik dengan Cina, Amerika Serikat harus memahami PKC dengan baik dan apa yang menjadi tujuannya di abad ke-21.
Menurut Zheng, Cina tidak bermaksud menentang tatanan internasional yang telah ada dan oleh karena itu, ia tidak akan menggunakan kekerasan untuk menghancurkannya. Globalisasi sangat penting artinya untuk menunjang modernisasi Cina; Cina tidak akan menguasai sumber daya negeri lain dengan ekspansi atau membentuk koloni. Menurut Zheng, agar Cina bisa mewujudkan tida "perdamaian", yaitu perdamaian internasional, harmoni internal, dan rekonsiliasi dengan Taiwan.
Reaksi terhadap strategi "kebangkitan damai" beragam. Dukungan terhadap strategi ini, misalnya ditunjukan oleh perdana Menteri Wen Jiabao. Dalam pidatonya di tahun 2004, Wen menegaskan bahwa kebangkitan Cina "will not come at the cost of any other country, will not stand in the way of any other country, not pose a threat to any other country". Namun, baik dalam negeri maupun luar negeri, strategi ini dikritik karena 'kebangkitan' bisa menimbulkan perasaan tidak aman bagi negara-negara lain, khususnya yang berbatasan dengan Cina Yan Xuetong dari Tsinghua University mengkritikdengan tajam startegi 'kebangkitan damai', khususnya pada konsep 'damai' yang digunakannya.
Baginya, strategi tersebut adalah sebuah teori yang berbahaya karena ia menyiratkan keengganan Cina untuk menggunakan kekerasan dalam mencapai kepentingan nasional dan menjaga kedaulatannya . Secara khusus, Yan percaya bahwa Cina Harus bersikap keras terhadap segala indikasi bagi kemerdekaan Taiwan sehingga dalam kasus ini strategi 'kebangkitan damai' tidak relevan. Para anggota 'garis keras' Politbro PKC memiliki pendapat yang sama dengan Yan. Mereka menawarkan sebuah alternatif bagi strategi startegi 'kebangkitan damia': "Untuk dapat membicarakan perdamaian, seorang haruslah berperang" (nengyanhe, nengzhanfang).
Terlepas dari berbagai kritik tersebut, startegi 'kebangkitan damia' tetap menjadi acuan Cina untuk terus mengingkatkan perannya dalam dunia internasional. Sekalipun kemudian diperhalus menjadi 'pembangunan damai', China percaya bahwa strategi ini akan bermanfaat bagi masyarakat global: "safeguarding peace, promoting development and enhancing cooperation, which is the common desire of all peoples, represent the irresistible historical trend". Dibawah kepemimpinan Presiden Hu, peran Cina yang lebih aktif itu ditujukan untuk membentuk sebuah 'dunia yang harmonis' (hexie shijie).
Konsepsi 'dunia yang harmonis' ditujukan untuk menciptakan dan mengembangkan lingkungan internasional yang stabil dan kondusif bagi pembangunan ekonomi.sekaligus menjaga kepentingan startegi Cina dalam konteks keamanan. Tujuan konsep 'dunia yang harmonis' ini tidak bisa dipisahkan dari semangat pembangunannya yang dijalankan oleh rezim PKC sejak Kongres Nasional ke-15 di tahun 1997, yaitu mewujudkan sebuah bangsa Cina yang sejahtera lahir dan batin.
Kebijakan Cina memiliki tiga prioritas utama, yaitu menciptakan lingkungan internasional yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi domestik ; menjaga kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah Cina; dan mendapatkan status dna penghargaan yang layak dari dunia internasional.
Salah satu tema sentral dalam ide 'dunia yang harmonis' merupakan kehendak Cina untuk lebih mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan dengan negara-negara berkembang lainnya demi mewujudkan pembangunan dna kemakmuran Bersama.