PEREMPUAN MILITAN
Kau sembunyikan rembulan wajahmu di balik kain hitam, isyaratkan duka jiwa kaum ditindas. Bangsa yang tubuhnya terluka kau bela dengan kepalan tinju jemarimu yang halus, menggetarkan dinding-dinding kabut membisu, setiap cericit merdu burung bernyanyi adalah pemberian ikhlas sebagai pujian atas dirimu, yang telah meletakkan seluruh keberanian pada api jihad membara. Suaramu menggelegar meneriakkan hak rakyat bangsamu yang dirampok kemerdekaannya oleh bangsa hantu yang beroperasi ketika malam tak berbuah bulan dan manakala siang matahari tertutup gelap awan jiwanya sendiri. Kau arak ribuan kaki berlumur debu jalan yang merana, memenuhi jalan-jalan sejarah meninggalkan awan hitam menempel di langit dengan lengkingan "Allahu Akbar"; kemenangan menunggu dalam genangan darah. Bangsa berduka kini terhibur oleh kelembutan jiwa matahari yang menari dengan tarian apinya pada waktu padang-padang kering kerontang.
Kau sembunyikan rembulan wajahmu dalam cadar suci kematian, kelak akan tiba bersama siulan Israil menyambut jiwa rembulan yang menghembuskan nafas terakhir mendekap kitab kebenaran, merengkuh kemerdekaan tak terukur dan meninggalkan wajah rembulan yang tumbuh menjadi teratai putih di permukaan air tak beriak, setenang wajah bayi yang tertidur.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H