I JAM JELANG BOM I
"Mungkin dunia ini belum tua karena setiap hari di layar TV setiap penggal informasi adalah bencana, tragedi dan kekacauan, yang datang dari penjuru mata angin setiap benua-benua. Dunia layaknya pemuda yang darahnya penuh gejolak semangat meluap-luap dan setiap aksinya adalah benturan. "Berkata seorang laki-laki, ketika angin panas musim kemarau merampas kesejukan yang bertengger di ranting-ranting pohon rindang.
"Mungkin alam ini sudah renta sebab merpati yang melintasi garis-garis angin beritanya hanya tentang peperangan, tentang bencana alam dan tentang bunuh diri yang mewarnai benua-benua dunia. Alam layaknya nenek tua yang bungkuknya ditopang sebatang tongkat kayu usang, terbatuk-batuk, berjalan dengan kaki terseret-seret dan terbaring sendiri menanti ajal menjelang". Berkata yang lain (nampaknya perempuan) menimpali saat gelombang pasang lautan menyeret setiap tumpukan sampah yang berbaring manja di bibir pantai.
"Mungkin" kataku. Hampa ketika menjelang 1 jam batas waktu ultimatum pasukan Bush menyerang pasukan Saddam.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H