KESOMBONGAN ILMU
Tumpukan buku-buku bercerita tentang dirinya sendiri; tentang kebenaran yang ada di mulutnya setelah mengunyah sepotong bintang dan sepenggal mutiara dari ketinggian cakrawala tak terhingga dan kedalaman samudera yang maha; dadanya membusung seperti gunung yang berdiri di atas kaki kesombongannya; "kebenaran itu tunggal dan tidak boleh dibagi, itu hanya milikku sendiri". Ia berkata.
Di atas meja ilmu, kebenaran telah jatuh sebagai cermin yang berkeping-keping. Setiap tangan memungut kepingannya yang runcing dan setiap jiwa telah merasa memiliki kebenaran. Dan akhirnya setiap perjumpaan adalah perseteruan tentang kebenaran, sebab sang kebenaran telah dibatasi dengan pagar-pagar kepemilikan. Setiap kaki yang melangkah jauh dari miliknya, maka runcing kepingan cermin itu akan menumpahkan darah.
Tumpukan buku-buku di atas meja ilmu hanya mengajarkan tentang cara memiliki bintang-bintang dan mutiara, tidak mengajarkan bagaimana menjadi bintang, bagaimana menjadi mutiara.
Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H