Lihat ke Halaman Asli

syafruddin muhtamar

Esai dan Puisi

Dua Puisi: Zaman Durjana dan Kabut Kezaliman

Diperbarui: 11 April 2022   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: kabarno.com

ZAMAN DURJANA

Sejarah kini, dihuni hantu. Hantu menggerakkan tangan-tangan lewat wajah durjana manusia. Kitab suci dibakar api benci, debunya ditebar di jalan-jalan. Kaki-kaki berderap tanpa rasa salah. Sejarah penuhi sepatu, telapaknya huruf-huruf suci menempel sebagai debu zaman.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

KABUT  KEZALIMAN

Sejuta tangan menggelepar-gelepar mengadu di tembok bangunan suci. Memohon Sang Kebenaran perbuatan baik, setelah kejahatan menjelma kabut menutup tiap inci jalan kebenaran.

Sejuta tangan menggelar doa di altar suci peradaban manusia, mendesah keluhnya berbusa meminta maaf atas ketidaksanggupan memikul beban suci kalbu sejarah.

Sejuta tangan patah-patah gelang kesuciannya terhampar tak berdaya di ujung zaman dalam beku kabut kezaliman.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline