Lihat ke Halaman Asli

syafruddin muhtamar

Esai dan Puisi

Moral Konstitusi Transformasi Digital

Diperbarui: 16 Agustus 2022   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kajianpustaka.com

Era industri digital telah kita tapaki satu dekade terakhir. Tansformasinya menguat ketika dua tahun pertama pandemi Covid-19 mengguncang secara global. Seluruh dunia segera mengambil kebijakan digitalisasi kehidupan sosial sebagai respon logik atas situasi mencekam ini. Jaringan online pilihan progresif-sistemik pada pemberlakuan social distancing dalam pandemi. Satu letupan percepatan transformatif sistem digital tak terduga. Jika pandemi tidak terjadi awal tahun 2020, tranformasi industri digital mugkin berjalan gradual.

Pandemi Covid-19 membawa serta fenomena kuat disruptif yang masif. Dasar utamanya adalah tehnologi dibalik indutri level 4.0, yang mendorong inovasi demikian fundamental. Tehnologi internet dan proses digitalisasi menjadi basis utama teciptanya kebiasaan baru dunia virtual. Kehidupan manusia terpaksa beradaptasi dengan gelombang disrupsi ini. Maka fungsi negara negara hadir untuk menata dan mengola problem tranformasi digital ini dalam kebijakan.

Dua dekade belakangan, pemerintah telah menyusun beragam regulasi berkenaan perubahan sosial karena dampak kehadiran higt tech di bidang Tehnologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Paling ‘terasa’ adalah Undang-undang ITE. Beberapa yang lain berupa Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden yang secara spesifik berkenaan E-Government dan E-Commerce Road Map. Upaya regulatif ini sebagai perwujudan misi pemerintahan dalam rangka menjadi bagian dari perubahan global era industri internet dan digitalisasi.

Kebijakan negara sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan, mengandung motif-motif ideal. Umumnya motif dasar kebijakan itu bersumber dan terkandung dalam konstitusi. Hanya sering dalam praktik, suatu kebijakan mengalami pemburaman nilai-nilai ideal konstitusi. Kepentingan ‘lain’ membonceng dibalik kebijakan.

Moral ideal-utama konstitusi kita adalah ketuhanan, kemanusiaan, keadaban, persatuan, kerakyatan, dan keadilan (Pancasila). Menurut Kaelan dalam Jurnal Filsafat UGM (1996:42):  sila-sila pancasila adalah satu kesatuan utuh, dasar falsafah negara sebagai asas peradaban. Keberadaannya bersifat majemuk-tunggal. Konsekuensinya setiap asas tidak bisa terlepas satu sama lain dan berdiri sendiri.

Disini ada problem ‘berat’ ketika suatu kebijakan disusun, saat mendudukkan materi kebijakan itu pada asas-asas tertentu dari moral konstitusi. Sifat parsial kebijakan karena terkait bidang kehidupan tertentu masyarakat, membawa serta ‘frame logika’ penempatan asas menurut bidang yang diatur. Misalnya, jika berkaitan bidang ekonomi, maka asas Keadilan akan mendapat porsi besar; bidang pendidikan misalnya akan banyak bertumpu pada asas Kemanusiaan dan keadaban, bidang agama akan banyak mengcover asas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Parsialisasi nilai moral konstitusi dalam suatu kebijakan, sesuatu yang patut dikhawatirkan karena menceraiberaikan kesatuan nilia-nilai ideal pancasila sebagai asas per-adab-an yang akan dibagun. Bahwa nilai pancasila adalah majemuk-tunggal, satu simpul ikatan yang seharusnya tak terlepas dalam mendasari kebijakan negara.

Apa yang diintrodusir Dewan Teknologi dan Informasi Nasional dalam Transformasi Digital Indonesia, sebagai arahan stategi kebijakan pembangunan nasioal bidang TIK, mendasarkan pada visi Indonesia maju, mandiri, adil, dan makmur dengan bantuan tehnologi digital. Juga dalam Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024, misi percepatan transformasi digital mengarah pada E-Government dan optimasi ekonomi digital. Fokusnya pada capaian kemakmuran ekonomi.  

Substansi nilai kebijakan transformasi digital ini mengikut nilai pragmatis dari fungsi dasar tehnologi digital (efesiensi dan efektivitas), hal yang tidak bisa terhindarkan.  Implikasi ekonomi dari ekosistem industri digital mempengaruhi begitu dalam visi pembangunan transformatif bidang TIK ini. E-Government akan menjadi salah satu penopang ekosistem industri digital secara administratif, sekaligus menerima terbukanya peluang pertumbuhan besar ekonomi digital bagi kemakmuran masyarakat.

Hanya saja, kebijakan percepatan transformasi digital ini ‘sengaja’ mengabaikan implikasi negatif eksistensi suatu tehnologi. Dalam faktanya sistem tehnologi tidak hanya membawa mimpi indah, tetapi juga mimpi buruk. Bahkan implikasi negatifnya lebih meresahkan ketimbang kebahagiaan ekonomi yang diterima sebagai implikasi positif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline