Lihat ke Halaman Asli

Bukan Twitter Tapi Room 18+ Camprog Harus disensor

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

132842439492615721

Berlebihan rasanya jika Pemerintah Indonesia melatahkan diri untuk melakukan sensor terhadap Twitter seperti yang kini dilakukan oleh sejumlah negara.

Seperti halnya jejaring sosial lainya, twitter hanyalah media untuk berkomunikasi melalui upgrade status. Status bisa berbagai hal dan tanpa batas apalagi tanpa moderasi, jadi isinya sangat tergantung dari penggunanya.

Kesempatan yang luas seperti itu mungkin jadi inspirasi bagi pewacanaan sensor terhadap twitter. Disadari bahwa twitter dapat saja digunakan untuk menghujat siapa saja termasuk sebuah negara melalui ungkapan pada status. Tapi bukan berarti kita mesti takut lantaran itu. Sebab kita memiliki piranti berupa regulasi yang dapat digunakan untuk melindungi harkat dan martabat kita mana-kala disemena-menakan di “Dunia Maya”. Salah satu dari regulasi dimaksud adalah UU ITE

Tidak cukup hanya melahirkan regulasi namun  tak kalah pentingnya adalah penegakannya. Dan hal itu menjadi soal klasik bagi bangsa ini. Lemah menegakkan dalam hukum.

Kementerian Komunikasi dan Infromasi beberapa waktu menyatakan akan menutup situs porno. Tapi apa yang terjadi saat ini,  hal-hal cabul masih dengan mudah diakses.  Jadinya pernyataan itu hanya isapan jempol semata.  Silahkan  akses Camprog khususnya Room 18+ untuk sekedar membuktikannya.

Di room itu Anda akan menyaksikan hal-hal yang patut disensor. Betapa tak sungkannya pengguna mempertontonkan alat kelamin bahkan ada yang bersetubuh secara live. Mengaksesnya pun bukan perkara sulit bahkan perangkat lunaknya dapat diunduh secara gratis.

Tidak terdapat data jelas tentang pengguna Camprog di Indonesia. Berapa pun itu, fenomena ber-Camprog-ria jelas sebuah pelanggaran norma yang mutlak harus ditindak. Dasar hukum untuk melakukan penindakan kita miliki dan kita pun memiliki semangat anti porno aksi maupun grafi sebagai landasan filosofis, Tapi “penyakit lama” masih menggerogoti sehingga berkesan ada pembiaran dari pemerintah. Akhirnya landasan hukum dan filosofis itu hanya akan menjadi kumpulan kitab hukum yang tidak berguna. Moralitas sebagai penopang keidupan berbangsa dan bernegara kini mulai lapuk hanya lantaran ketiadaan sikap tegas.

Persoalan kemudian siapa yang harus ditindak? Sama halnya Twitter, Camprog hanyalah yang sejatinya bebas nilai. Penggunanyalah yang membebani alat itu dengan nilai. Nilainya bisa baik dan buruk, tergantung penggunanya, The Man Behind The Gun. Pengguna dan penggiat room 18+-lah yang harus ditindak. Ketika penggiatnya melihat ada pengguna yang melakukan perbuatan cabul dalam biliknya, maka pengguna harus ditendang dari bilik oleh penggiat jika tidak ingin berurusan dengan hukum. Itulah mungkin cara sederhana yang dapat dilakukan untuk menyensor aksi porno di Room 18+ Camprog. Ya sederhana namun menjadi rumit hanya lantaran ketiadaan sikap tegas dari Pemerintah Indonesia.

Akhir kata gagasan penyensoran terhadap Twitter tidak perlu dilakukan. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah ketegasan pemerintah dalam menegakan hukum di “Dunia Maya” untuk menjaga moralitas anak bangsa. Bukan lagi menambah kebijakan baru

wassalam

.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline