Lihat ke Halaman Asli

Mengungkap Misteri Kematian Edo, Tanggung-Jawab Siapa?

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13254378741189337074

[caption id="attachment_160503" align="alignright" width="250" caption="darwis syam"][/caption]

22 Desember 2011, seorang Napi bernama Safrilla alias Edo ditemukan tewas dalam keadaan tergantung di Lapas Mappedeceng Kabupaten Luwu Utara Sulsel

Jasad sudah dikebumikan, yang tersisa sejumlah pertanyaan benarkah Edo gantung diri? Dan siapakah dia yang paling bertanggung-jawab atas kematian itu. Sejak ditemukan tewas, Darwis Syam (Kalapas) langsung men-judge bahwa Edo mati bunuh diri dengan cara menggantung menggunakan sarung. Padahal hingga saat ini visum et repertum belum dikeluarkan dan hasil olah TKP pun belum disimpulkan.

Vonnis kematian itu menuai kecurigaan keluarga korban. Jangan-jangan kematian Edo ada campur tangan pihak olnum Lapas. Apalagi dalam diri korban tidak ditemukan tanda-tanda lasimnya orang gantung diri. Tanda-tanda dimaksud yakni lidah tidak menjulur keluar, tidak ada sperma dan tidak terdapat kotoran pada anusnya. Terdapat memar diseluruh pundak Selain itu kemungkinan leher korban patah.

Kemungkinan itui diketahui saat jasad dimandikan. Kepala tidak ikut membalik mengikuti badan saat badan dibalik. Kepala terdorong ke belakang seperti hendak jatuh saat tubuh diangkat. Jadinya kepala harus ditopang. Tempat Edo ditemukan tergantung pun terbilang tinggi. Timbul pertanyaan, dengan mengunakan apa Edo naik untuk mengikat sarung dalam keadaan rapi? Sementara dalam ruang sel tidak terdapat alat bantu untuk maksud tersebut. Melompat, apa lagi? Pemecah rekor lompatan pun tidak sanggup mencapainya! Lantas bagai-mana Kalapas dapat menyimpulkan semua itu. Sebuah kebodohan atau bahagian dari upaya untuk menutupi fakta yang sesungguhnya, entahlah?

Diberitakan oleh beberapa harian yang terbit di Sulsel dan website, bahwa Kalapas Mappedecng telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) internal guna mengungkap kebenaran di balik kematian Edo itu( klik disini ).

Persoalan kemudiaan adalah legalitas dari hasil pengungkapan itu. Dugaan kematian yang tidak wajar itu jelas berkenaan dengan tehnis hukum (penyelidikan). Sementara KUHAP telah memberi kewenangan penyelidikan hanya kepada Kepolisian Republik Indonesia dan Penyidik PNS. Sipir dan Kalapasnya sendiri dikecualikan dari kewenangan itu. Karena itu, kesimpulan Kalapas kelak dari hasil kerja TPFInternal berkaitan dengan kematian sang Napi tidak dapat dipertanggung-jawabkan menurut hukum. Bahkan dapat menyesatkan. Alih-alih menemukan fakta, mencegah kematian seorang Napi saja tidak dapat dilakukan.

Tim pencari fakta seperti itu bisa saja dibentuk tapi bukan oleh Kalapas Mappedeceng dan bukan dari organnya melainkan atasannya. Setidaknya, dari dan oleh Kakanwil Kementerian Hukum Dan Ham Wilayah VI Sulawesi-selatan. Sudah barang tentu kerja tim itu nantinya tidak masuk wilayah tehnis hukum melainkan hanya meliputi kinerja para sipir. Sebab kematian Edo itu telah mengindikasikan lemahnya fungsi pengawasan. Den itu menjadi tanggung-jawab Darwis Syam selaku pucuk pimpinan di Lapas Mappedeceng. Oleh karena itu, Kalapas tidak perlu “cuci-tangan” untuk menutupi kelemahan dengan membentuk TPF-Intnernal. Biarlah penyelidik dari kepolisian khususnya Kanit Identifikasi dan dokter menyelesaikan tugasnya.

Hal yang patut dilakukan oleh Kalapas Mappdeceng adalah mendesak Kapolres Luwu Utara untuk mengajukan Autopsi ulang atas mayat Safrillah alias Edo oleh ahli forensik. Bukan oleh dokter umum. yang hanya memeriksa bahagian luar jasa. Perlu diteliti bahagian dalam tubuh korban.

Wassalam

Baca juga link terkait

1. Luwu.raya.com

2. luwuraya.com

3. palopo pos




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline