Lihat ke Halaman Asli

Adakah Keberanian GJA ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_44632" align="alignleft" width="285" caption="GJ Aditjondro"][/caption]

Berulang kali wawacara GJA tentang “Membongkar Gurita Cikeas” ditayangkan oleh stasiun tivi. Dan setiap kali itu pula selalu diwarnai perdebatan dengan nara sumber lain. Perdebatan tersebut hanya berpendar pada satu hal utama yakni kesahihan data yang dijadikan dasar tudingan GJA. Oleh mereka yang ragu menyebut data yang disuguhkan oleh GJA sebagai data sekunder, malah ada yang menyebutnya dengan “katanya”. Saya kira semua itu cukup mengejek.

Kendati demikian, GJA tidak sedikitpun bergeser dari keyakinannya bahwa tudingannya itu adalah sebuah realitas yang didukung oleh data yang sahih. Dalam wawancaranya bersama dengan Rusdi Mathari (Kompasiana, 3 Januari 2010), seperti ini cuplikan wawancaranya : ….....

Rusdi Mathari :”… Banyak yang mempertanyakan keilmiahan buku Anda ini? “

GJA”… Bagi saya, segala macam itu sering dibelenggu orang sekolahan. Terusterang, buk saya tidak berpretensi untuk seilmiah mungkin. Buku saya merupakan ilmiah populer, dalam arti menggunakan data, bahasa supaya kita bisa melihat apa yang sedang terjadi. Saya kira untuk melawan kekuasaan kita perlu berhias. Di stasiun TV dikatakan ada cover both side, which side? Artinya saya mendahulukan meng-cover the exploited side. Kalau itu dikatakan tidak ilmiah, kita bisa berdebat tentang paradigma. Tidak ada paradigma tunggal.

Rusdi Mathari:” …. Soalnya, Anda dianggap banyak menggunakan data sekunder?”

GJA: “…Itu berarti mereka tidak mengerti metodologi penelitian. Saya sudah bilang, apa salahnya data sekunder? Untuk apa orang membuat situs (internet)? Untuk apa kita membuat itu? Anda pernah melakukan studi kepustakaan kan ? Internet adalah perpustakaan virtual. Jadi tidak perlu semua data, semua majalah, jurnal, harus ada di rumah tapi bisa diakses dari internet. Tidak ada masalah.

Terlepas dari pro-kontra soal keilmiahan sebuah karya tulis, saya kagum akan keteguhan sikap seorang yang bernama George Junus Aditjondro itu yang meskipun diragukan kadar keilmiahan “Membongkar Gurita Cikeas” namun beliau tetap menampik dengan melontarkan argumentasi yang berisi pembelaan. Saya yang awam ini, upayanya itu sangat menyakinkan.

Selain itu, saya kagum akan keberaniannya dalam menulis sesuatu yang bagi orang lain, mungkin akan berfikir beribu kali jika ingin melakukannya seperti misalnya korupsi kepresidenan. Tapi sayangnya, keberaniannya itu hanya sebatas menerbitkan buku untuk kemudian berpolemik. Tidak lebih ! Belum atau mungkin tidak memiliki sedikit keberanian untuk melaporkannya sebagai sebuah tindak pidana. Padahal cara beliau membela bukunya itu amat menyakinkan dengan sedikit “menabrak” tradisi yang berlaku dalam dunia akademik, yakni penggunaan data sekunder atau “katanya” itu sebagai sumber utama.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa semua itu tidak beliau lakukan? Agar kita bisa tahu kebenaran dari polemik itu. Jika hal tersebut terus berlanjut tanpa tindak nyata,  untuk membuktikan kebenaran maka hanya ada satu kalimat yang terlontar dari saya dan mungkin juga Anda yakni "PENONTON KECEWA" hee.

wassalam

wassalam

.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline