Lihat ke Halaman Asli

“Lantaran Mulut”, Kata Seorang Pelacur

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam dengan dingin yang mengigit tulang membuat Hasan kian merasa sepi. Setelah lama Ia bercumbu dengan kesendiriannya, tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Rupanya dari sahabatnya bernama "Yassin" yang juga sama dengannya, sering didera oleh rasa sepi. Dari telpon-telponan itu, Hasan mendapatkan sebuah nama yang direkomendasikan oleh sahabatnya itu. Pemiliknya adalah seorang pelacur dengan layanan istimewa.

Maka bergegaslah hasan menemuinya di tempat mangkal sang pelacur dimaksud. Benar saja, perawakan pelacur itu saja sudah membuat dag dig dug jantungnya. Di dalam kamar, mereka pun saling berkenalan dengan masing-masing memberi identitas palsu. Sepalsu cinta yang akan mereka mainkan. Hingga pembicaraan mereka tiba pada soal tarif layanan.

Si Pramusyahwat berkat, "mas dengan tangan 500 ribu". Hasan pun menukas, "mahal amat. Yang benar dong... Ah." Sambil menatap jendela, si pramusyahwat pun menjawab,"kamu tahu nggak kafe yang di ujung jalan ini?. "ya tahu..." jawab Hasan. Yang disambut oleh si pramusyahwat dengan sebuah penjelasan bahwa kafe itu adalah miliknya yang ia peroleh dari hasil keterampilan tangan dalam mengolah "anu" laik-laki.

Alhasil, tergoda juga Hasan untuk mencobanya, dan ternyata benar. Ia merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Setelah selesai, Hasan menawar layanan sex lain. Dan disanggupi oleh si pramusaji.

Hasan menawar dengan cara mematok harga, "kalau oral sex sejuta ya?" Namun sayangnya penawaran itu ditampik, "tak cukup mas... kalau satu setengah juta boleh lah..". Dengan pikiran setengah tak percaya, Hasan pun melakukan protes kecil," gila oral sex apa semahal itu". Enteng si pramusyahwat menjawab, "sebuah hotel di kota ini aku beli dengan duit dari hasil pekerjaanku memainkan mulut dan lidahku ini". Mendengarkan penjelasan tersebut Hasan pun terpingkal dan berkata,"ha... hebat benar nulutmu itu. Bisa membuatmu sekaya itu, punya kafe dan hotel". Tak menerima ejekan Hasan, si pramusaji itu pun, menjelaskan "jangan salah mas... kita sama saja, menggunakan mulut sebagai alat mencapai tujuan. Anda bisa setenar seperti sekarang ini hanya lantaran sering cuap-cuap di depan televisi. Semua itu menggunakan mulut". Beberapa saat, keduanya pun terdiam. Kini dalam kamar itu, yang terdengar hanyalah komentar beberapa pakar dan politisi pada tayangan di TV swasta.

Sambil duduk di samping Hasan yang terbaring di tempat tidur, Sang pramusyahwat itu memandang layar kaca dan berkata," lihatlah mas... mereka juga menggunakan mulut. Bedanya yang ia lakukan adalah hal yang diakui sah oleh masyarakat. Tapi....". hanya sampai di situ saja penjelasannya. Soalnya Ia takut nanti menyinggung perasaan Hasan.

Hasan pun mendesak dengan satu pertanyaan, "tapi kenapa neng...". Setelah mungkin Ia dapat menerka  bahwa Hassan tidak akan marah dengan penjelasannya nanti maka Si pramusyahwat itu  pun melanjutkan penjelasannya, "kalau komentarnya itu bohong. Berarti dia sama saja dengan saya. Sama-sama pelacur". Hasan sepakatdengan penjelasan tersebut seraya menimpali,"malah lebih berbahaya bisa membuat negeri ini jadi kacau"

***

Saya jadi teringat dengan pepatah yang sering diucapkan oleh orang bijak,"lantaran mulut badan binasa" atau "mulutmu harimau mu". Kini terpulang dari kita, mau menjaga mulut sebagai karuniaNya atau tidak.

Wassalam

catatan

cerita di atas hanya fiksi belaka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline